Historia
Stationis Soerabaiae ab anno 1810 ad annum 1890
(Sejarah
Stasi Surabaya dari tahun 1810 sampai tahun 1890)
Pengantar
Catatan
kronologis pertama mengenai Sejarah Stasi Surabaya diperkirakan
dibuat pada tahun 1886 oleh seorang misionaris Yesuit yang bertugas
di Surabaya waktu itu, pada kertas putih dalam bahasa Latin dengan
tulisan tangan sepanjang delapan halaman, dengan judul "Historia
Domus Stationis Soerabaiae". Catatan ini kemudian ditulis ulang
pada kertas bergaris kotak-kotak mungkin warna merah muda,
diperkirakan pada tahun 1890, masih dalam bahasa Latin dan dengan
tulisan tangan sepanjang empat setengah halaman, dengan judul
"Historia Stationis Soerabaiae ab anno 1810 ad annum 1890".
Mengenai
manuskrip "Historia Stationis Soerabaiae ab anno 1810 ad annum
1890" ini, beberapa hal perlu dicatat:
Pertama,
ketika historia domus itu ditulis ulang, sebuah keterangan menarik
pada naskah 1886 halaman 6: "eadem Anno 1868 empta est
nova domus nostrorum pretio F 25000." (pada
tahun yang sama 1868 dibelilah rumah kita yang baru dengan harga
25000 gulden), tidak diikutsertakan. Entah sengaja atau
tidak, dan mengapa tidak ditulis lagi pada naskah manuskrip 1890,
kita tidak tahu. Sumber lain menyebut bahwa pembelian rumah di lokasi
Jl.Kepanjen 9 yang sekarang itu dilakukan pada 1864 (?).
Kedua,
mungkin karena kurang informasi atau sebab lain, periode 50 tahun
pertama (1810-1859), yaitu periode para misionaris Praja sebelum
kedatangan para pastor Yesuit, hanya secara ringkas sekali dicatat,
tidak lebih dari satu halaman. Namun, betapapun ringkasnya, dari
catatan ini kita menjadi tahu dengan lebih detil bahwa ada sebelas
pastor yang melayani Stasi Surabaya selama periode itu, dan sedikit
"mencium" adanya persoalan besar yang nantinya dikenal
sebagai "Grooff Affair". Dari sumber lain kita juga akan
tahu bahwa dua dari antara para pastor itu bukanlah imam Praja.
A.D.Godthard adalah anggota OFM, dan Mathias Kooij adalah anggota
OFMCap.
Ketiga,
periode kedua (1859-1890), yaitu jaman para misionaris Yesuit,
Surabaya merupakan pusat misi Yesuit di Hindia Belanda. Pada
1864-1882 Superior Misi Yesuit berkedudukan di Kepanjen Surabaya.
Surabaya juga menjadi pusat misi untuk pulau-pulau luar Jawa (Flores,
Sulawesi, Kalimantan, Sumatera). Manuskrip-manuskrip mengenai
pengorganisasian misi (ordinationes 1859-1870), sejarah rumah
(historia domus) Larantuka, Maumere, Padang, dan sejumlah surat, yang
tersimpan dalam arsip Kepanjen merupakan saksi historis yang menarik.
Sayangnya, sejumlah manuskrip sudah tidak terbaca lagi karena rusak.
Naskah "Historia Stationis Soerabaiae ab anno 1810 ad annum
1890" ini memuat daftar lengkap 19 orang imam Yesuit yang pernah
bertugas di Surabaya selama periode 1859-1890.
Keempat,
naskah "Historia Stationis Soerabaiae ab anno 1810 ad annum
1890" ini mengingatkan kita (di setiap paroki) akan pentingnya
membuat catatan kronologis, membuat "historia domus", yang
akan berguna dan bisa diwariskan ke generasi berikut, supaya dapat
belajar dari sejarah. Dan untuk kebutuhan praktis, agar kita tidak
bingung bila harus menulis sejarah setiap kali pesta atau merayakan
ulang tahun paroki.
Terjemahan
Naskah
Historia
Stationis Soerabaiae ab anno 1810 ad annum 1890
(Sejarah
Stasi Surabaya dari tahun 1810 sampai tahun 1890)
Misionaris
pertama di kota ini ialah Romo Henricus Waanders, yang bekerja sejak
tahun 1810. Pada masa karyanya gedung gereja katolik dibangun mulai
tahun 1821, dan setahun kemudian diberkati pada 22 Maret. Dia pensiun
pada tahun 1827. Sejak tahun itu disana berkarya Adrianus Thijssen,
yang pada tahun 1844 dibebastugaskan dari tempat misi itu; dan yang
selama satu tahun (1842-1843) ditemani oleh Romo A.D. Godthart. Dari
tahun 1844 sampai 1846 disana bekerja Romo H.J. Cartenstat dan J.A.
van Dijk, keduanya mendapatkan suspensi dari Mgr. Grooff. Tahun 1845
Romo Bernardus Kerstens tiba disana, tetapi pada awal tahun 1846 dia
ditolak oleh pemerintah karena dia lebih setia kepada uskup. Untuk
sementara waktu stasi ini tanpa Romo sampai dengan kedatangan Romo
P.N. Sanders pada tahun 1847. Dari tahun 1849 stasi dipimpin oleh
Romo Norbertus Moonen, seorang yang sampai sekarang selalu
dipuji-puji ketika mengenangnya. Pada masanya, dia ditemani oleh Romo
Mattias Kooij, dan kemudian dari tahun 1851 sampai 1854 ditemani oleh
Romo Caspar Hesselle. Romo Moonen wafat pada tahun 1856. Dari tahun
1856 sampai 1859 disini berkarya Romo Caspar Johan Hubert Franssen.
Dalam tahun itu juga datanglah Romo Martinus van den Elzen dan
Johanes Baptista Palinckx, yang mulai menaruh perhatian pada karya
persekolahan baik bagi para pemuda maupun pemudi. Situasi kaum muda
sangatlah memprihatinkan, karena kebodohan dan ketidakpedulian
terhadap agama, dan oleh karena itu dipandang perlu mendirikan
sekolah-sekolah tempat anak-anak dididik dalam hidup kristiani. Atas
Penyelenggaraan Ilahi telah berhasil dikumpulkan sumbangan dari para
dermawan untuk membeli sebuah rumah seharga f. 20,000, yaitu rumah
yang nantinya diserahkan kepada bruder-bruder St. Aloysius dari
Oudenbosch untuk mulai membuka sekolah pada tahun 1862. Pada tahun
berikutnya sebuah rumah lain seharga f. 40,000 dibeli, yaitu rumah
tempat para suster Ursulin akan mendidik anak-anak perempuan. Selain
itu didirikan juga tempat khusus bagi anak-anak perempuan yatim dari
keturunan wanita pribumi yang miskin.Untuk menanamkan dalam jiwa
anak-anak perempuan devosi kepada Santa Perawan Maria maka pada tahun
1863 didirikan Persaudaraan Hati Tak Bernoda Santa Perawan Maria
dengan perayaan misa pada suatu hari minggu yang diiringi nyanyian
anak-anak perempuan. Dari tahun 1859 sampai tahun 1865 Romo van den
Elzen dan Palinckx melayani stasi ini, kemudian meninggalkan kota ini
untuk mendirikan stasi baru di Djokjakarta, digantikan oleh Romo
Johanes de Vries. Pada tahun 1866 datang Romo Franciscus de Bruijn.
Dalam bulan Juli tahun itu Romo Martinus van den Elzen, orang yang
karyanya diakui hingga saat ini, meninggal dunia. Pada tahun 1867
datanglah Romo Johanes Franciscus van der Hagen, sementara Romo de
Vries pergi. Pada tahun 1868 diutuslah ke Soerabaia Romo Franciscus
Johannes Augustus Ellerbeck. Tahun belum berakhir ketika kematian
merenggut korban lain, yakni Romo van der Hagen. Pada tahun 1868
bertambahlah jumlah pekerja (kebun anggur) dengan kedatangan Romo
Cornelius Omtzigt, dan pada tahun ini juga terpilihlah Romo Arnoldus
Terwindt sebagai Superior Stasi Surabaya. Pada tahun 1869 Romo
Ellerbeck pulang ke tanah air karena sakit dan Romo Omtzigt diutus
misi ke Larantuka. Setelah sehat Romo Ellerbeck kembali ke Surabaya
lagi. Pada tahun 1873 diberi lagi pekerja (kebun anggur), yaitu Romo
Johannes Petrus Nicolaus van Meurs. Pada tahun 1875 dirayakanlah
secara meriah pesta Hati Yesus Yang Mahakudus, dan sejak saat itu
devosi kepada Hati Yesus ini mulai berakar di kalangan umat,
diselenggarakan pada hari pertama bulan ke enam, dan pada tahun
berikutnya patung Hati Yesus Yang Mahakudus ditempatkan di gereja,
untuk dihormati pada bulan Juni dengan lebih khidmat. Pada tahun 1876
pekerja (kebun anggur) di stasi ini menjadi berjumlah empat orang,
dengan kedatangan Romo Petrus van Santen. Pada tahun 1878 masuklah
Romo Carolus Boelen, yang pada tahun berikutnya menggantikan tempat
Romo van Santen yang berangkat ke Semarang dan bekerja disana sampai
tahun 1880, dan yang kemudian bergabung dengan Romo Franciscus Voogel
di Yogyakarta. Pada tahun 1883 datanglah Romo Gerardus Kusters. Pada
tahun 1884, oleh karena sakit maka Romo Terwindt melepaskan tugasnya,
dan digantikan oleh Romo Carolus Gulielmus Johannes Wenneker. Pada
tahun yang sama, oleh karena alasan kesehatan Romo van Meurs pulang
ke Belanda. Pada tahun 1885 Romo Voogel meninggalkan kota ini untuk
mendirikan misi baru di Kendari, bagian timur pulau Sulawesi, dan
Romo van Meurs yang kembali dari Belanda menjalankan pelayanan suci
di kota ini sampai awal tahun 1886, kemudian pindah ke Semarang dan
digantikan oleh Romo Cornelis Stiphout. Pada tahun yang sama Romo
Gerardus van Mierlo tiba di Surabaya, sehingga Romo Kusters dapat
pergi untuk melayani Cirebon. Pada tahun 1886 itu juga Kongregasi
Maria untuk kaum muda mulai didirikan di sekolah bruderan. Sebab dari
pengalaman jelas bahwa di sekolah bruderan anak-anak yang naik dari
kelas empat ke kelas lima cenderung menjadi nakal, kehilangan
semangat yang baik, maka kerap merupakan keputusan yang baik bahwa
peraturan-peraturan diberikan kepada mereka sejak tahun awal hidup
mereka, sehingga ketika lebih dewasa mereka tetap berada di bawah
perlindungan yang aman; dan devosi kepada Bunda Maria dapat menjadi
pelindung melawan bahaya-bahaya; inilah alasan pendirian Kongregasi
Maria itu. Pada tahun 1887 Perkumpulan St. Anna didirikan, untuk
membantu kaum miskin, dengan membagikan pakaian dan uang. Pada tahun
1888 Romo Stiphout ditugaskan ke Semarang, dan tempatnya digantikan
oleh Romo Antonius Henricus Josephus Hubertus Bolsius. Pada tahun
1889 Romo van Mierlo pindah ke Padang dan Romo Petrus Henricus
Diederen ke Surabaya; sementara itu Romo Bolsius pindah ke Menado,
dan Romo Franciscus Johannes Antonius Vermeulen ke Surabaya. Pada
tahun yang sama dalam bulan April 1889 telah dibeli sebidang tanah
seharga fl. 8,815 dari pemerintah, supaya disitu dapat dibangun
gereja yang baru, dan yang lama ditinggalkan. Pada tanggal 7 Juni
lotere St. Vincentius a Paulo senilai f. 200,000 selesai diundi,
hasil-hasil dari lotere ini tidak terpisahkan dari peran perkumpulan
St. Vincentius, sehingga kekurangan biaya bulanan untuk pemeliharaan
para yatim piatu dapat teratasi, dan selain itu diperoleh suatu
modal, yang pada waktunya nanti dapat dipakai untuk mendirikan panti
asuhan. Pada tahun 1890 devosi adorasi abadi hari pertama bulan ke
enam diperkenalkan untuk mempromosikan ibadat kepada Hati Yesus Yang
Mahakudus.
Penterjemah:
Ev. E. Prasetyo Widodo CM, dengan bantuan Henk Hippolyte de Cuijper
CM
Tianjin,
16 Agustus 2013
No comments:
Post a Comment