Masalah Kunjungan Pastoral ke
Madura 1839
Pada tahun 1839
terdapat sekitar 40 umat katolik di pulau Madura. Mereka terdiri atas
warga sipil, anggota tentara, dan para tahanan di penjara. Tetapi
mereka jarang mendapat kunjungan pastor. Pada tanggal 9 September
1839 Prefek Apostolik Scholten menerima sepucuk surat dari komandan
garnisun tentara di Bangkalan Madura. Komandan itu mengeluh bahwa
lebih dari empat tahun tidak ada imam katolik yang datang mengunjungi
anggota gerejanya, sementara pendeta Protestan dengan teratur
mengunjungi jemaatnya. Pada tanggal 12 September 1839 Scholten
mengirim sepucuk surat kepada Gubernur Jenderal Baud untuk memintanya
memberi wewenang pastor Surabaya Adriaan Tijssen guna mengunjungi
umat katolik di pulau Madura sekali setahun dan di penjara Benteng
Oranye empat kali setahun, serta untuk mengganti biaya perjalanannya.
Oleh Scholten salinan surat itu dikirimkan ke Thijssen, sambil
memintanya untuk memberikan laporan mengenai pelayanan terhadap 40
umat katolik di Madura. Tetapi dengan jengkel Thijssen membalas bahwa
umatnya yang jumlahnya kecil dan tersebar itu dapat dengan mudah
datang ke Surabaya bila mereka memang mempunyai kebutuhan keagamaan.
Tetapi, menurutnya, kalangan ini merupakan anggota-anggota serikat
rahasia (sebagian besar anggota Freemason), sementara yang lain hidup
kumpul kebo. Hanya segelintir yang tersisa: sejumlah kecil domba
yang tetap setia dan beberapa perempuan tua.
Sumber:
Karel
Steenbrink. Catholics in Indonesia: a documented history, Vol.
I: 1808-1900. Leiden: 2003, hal. 21, 243-244
No comments:
Post a Comment