GROOFF
AFFAIR
Konflik
Misi Katolik di Jawa Pada Abad 19
Mgr.
James GROOFF lahir di Amsterdam pada 20 September 1800, wafat di
Paramaribo pada 29 April 1852. Dia menjadi uskup pertama yang
diangkat oleh Propaganda Fide pada tahun 1842 untuk misi di Vikariat
Apostolik Batavia. Ia belajar teologi di Seminari Tinggi di Munster
dan ditahbiskan menjadi imam di Warmond pada 9 Agustus 1825. Pada
tahun itu juga dia berangkat misi ke Suriname. Pada awal tahun 1827
dia ditunjuk menggantikan Prefek Apostolik Martinus van der Weijden.
Disana ia ikut aktif memerangi wabah lepra dan cukup berhasil.
Dalam
tahun 1842 Grooff diangkat menjadi Vikaris Apostolik dari Vikariat
Batavia yang baru saja didirikan. Dengan tugas baru dari Roma, dia
segera berangkat ke Nederland untuk menerima tahbisan uskup dan
menyiapkan diri untuk tempat tugasnya yang baru. Ia meninggalkan
Suriname pada 10 Oktober 1843. Pada 26 Pebruari 1844 dia menerima
tahbisan uskup dari Mgr. Wijckersloot. Pada 8 April 1844 dia
ditunjuk menjadi asisten uskup pada tahta suci. Dia juga mendapat
jaminan perlindungan dari Raja. Pada 6 Desember 1844 dia
meninggalkan pelabuhan Den Helder menuju tempat misi di Hindia
Belanda dengan ditemani oleh 4 orang misionaris lain, yaitu J.D.
Escherich, B. Kerstens, J.v.d. Brandt, dan A. Heuvels. Setelah
perjalanan laut yang melelahkan mereka tiba di Batavia pada 21 April
1845.
Pada
28 April 1845 dia diharapkan bertemu Gubernur Jenderal J.C. Reijnst.
Dia berada dalam pengawasan. Karena dia dan para pembantunya jelas
sekali hendak melakukan tugas gerejani tanpa memiliki status legal
(ijin) dari pemerintah. Gubernur sama sekali tidak menerima berita
apapun dari Departemen Kolonial. Apalagi menjelang keberangkatannya
Grooff tidak memberitahu Menteri Koloni, dan hanya berbekal
pengetahuan dan persetujuan Raja. Tetapi kesulitan terbesar justru
terletak pada kenyataan bahwa mereka tidak memiliki “radicaal”.
Memang akhirnya radicaal untuk mereka bisa dikeluarkan dengan surat
keputusan K. Besl. No. 126 tertanggal 12 Desember 1845, tetapi sudah
terlambat, karena surat itu baru datang setelah para misionaris itu
diusir dari Hindia Belanda.
Sebenarnya
kesulitan sudah mulai ketika pada 22 Mei 1845 permohonan untuk
penempatan Heuvels dan Kerstens untuk menjadi kapelan di Semarang dan
Surabaya ditolak, yang kemudian diikuti dengan kesulitan-kesulitan
lebih besar lainnya. Tanpa takut, sebagai seorang yang sangat loyal
terhadap tahta suci, maka tidak mengherankan kalau Grooff
terus-menerus berbenturan dengan pemerintah dan peraturan kolonial
pada masa itu. Hal ini menggaambarkan dengan jelas kepribadiannya.
Misalnya tentang masalah kawin campur, Grooff dinilai intoleran
karena menolak memberikan dispensasi dengan alasan persyaratan
sebagaimana dituntut oleh Roma tidak terpenuhi. Tambah lagi banyak
suara menentangnya, karena dia mensuspensi Grube pastor Semarang,
Cartenstat pastor Surabaya, dan van Dijk pastor Batavia, dengan
alasan perilaku mereka dinilai tidak sesuai dengan imamat. Gereja
Semarang secara terang-terangan menentang Grooff dengan cara menutup
gereja.
Heuvels
diutus oleh Grooff ke Semarang menggantikan Grube, sambil menyerahkan
surat keputusan suspensi kepada Grube. Grube menyampaikan keluhan
keberatannya kepada Residen. Sementara itu, Grooff mengajukan
permohonan kepada Gubernur Jenderal, tetapi tidak ada tanggapan
apa-apa. Baru pada 29 September keputusan penolakan dari pemerintah
keluar, yang bunyinya memerintahkan Heuvels keluar dari Semarang; hal
yang sama terjadi pada Kerstens yang diutus Grooff untuk menggantikan
Cartenstat di Surabaya, ia akan diusir kalau berani bertindak sebagai
pastor di Surabaya. Sementara itu pada 27 September Gubernur Jenderal
yang baru, yaitu Jan Jacob Rochussen, tiba di Batavia. Pada 30
September Grooff menghadap Gubernur Jenderal dan dewannya, yang
tampaknya kurang menanggapi sebagaimana diharapkannya. Sebab Gubernur
Jenderal sudah mendengar laporan keluhan dari Semarang dan Surabaya
yang menentang Grooff. Grooff diminta menyerahkan dokumen-dokumen
yang relevan untuk menjadi bahan pertimbangan, yaitu: 1) surat-surat
keputusan suspensi (Cartenstat, Grube, dan van Dijk); 2) salinan dari
peraturan-peraturan yang diberlakukan untuk para imam yang disuspensi
(selain yang berkaitan langsung dengan tata peribadatan).
Grooff
menanggapi kedua hal tersebut, namun menolak untuk menyerahkan
salinan surat-surat yang dimaksud, dengan alasan bahwa itu kewenangan
tahta suci. Walaupun terkesan akan tanggapan Grooff, namun dengan
jelas Gubernur Jenderal menegaskan pandangannya bahwa setiap
departemen, atau apapun, bergantung pada pemerintah Hindia Belanda,
dan karena itu Grooff sebagai otoritas yang terpisah dari pemerintah
dan semua yang ada dalam kewenangannya pasti tak akan pernah diakui
pemerintah. Selain itu, sang Gubernur baru itu juga sempat
mengungkapkan ketidaksukaannya atas perilaku “onkoloniale” dari
Grooff di Hindia Belanda dan atas tindakannya mensuspensi imam-imam
di Semarang dan Surabaya yang telah ditunjuk oleh Gubernur Jenderal.
Berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal No. 3 tertanggal 15 Nopember
1845 Kerstens disingkirkan dari Surabaya “karena dia tidak bisa
menunjukkan keabsahan tugasnya untuk melayani Gereja Katolik Roma dan
karena itu bertindak bertentangan dengan peraturan yang berlaku.”
Surat keputusan tersebut berlaku baik untuk Kerstens, Heuvels,
Escherich, maupun van den Brandt, dan melarang mereka untuk melakukan
apapun pelayanan keagamaan di Hindia Belanda.
Grooff
mengambil keputusan untuk mengutus Escherich, orang kepercayaan dan
sekretarisnya, untuk pergi ke negeri Belanda guna mengajukan
pembelaan atas kasusnya di dewan para uskup dan dengan meminta campur
tangan Menteri Urusan Gereja Katolik. Pada akhir Januari 1846
Escherich tiba di Nederland. Sementara itu Grooff menerima surat dari
kantor Gubernur Jenderal tertanggal 8 Desember 1845 yang memintanya
agar menarik kembali keputusannya mensuspensi para pastor di Semarang
dan Surabaya. Karena Grooff menolak permintaan itu, maka ia menerima
lagi surat pada 18 Januari 1846 yang memintanya untuk segera
menghadap Gubernur Jenderal. Grooff pergi menghadap Gubernur Jenderal
keesokan harinya. Sekali lagi Grooff diminta untuk menarik kembali
keputusan suspensi sementara atau mengubahnya sesuai yang diinginkan
pemerintah. Pilihannya ialah tetap tinggal dalam pelayanannya disini
atau harus meninggalkan Jawa dalam empat belas hari. Grooff diminta
memutuskan sendiri. Namun Grooff menjawab bahwa tanpa ijin dari Roma
dia tidak boleh meninggalkan tempat tugasnya, dan bahwa walaupun ia
diyakinkan akan kekuasaan pemerintah namun pemerintah tak punya kuasa
apa-apa dalam hal ini.
Akibat
dari pertemuan tersebut, pada 20 Januari ajudan Gubernur Jenderal
menyerahkan kepada Grooff sebuah “Salinan dari Register
Keputusan-keputusan Gubernur Jenderal” Batavia tanggal 19 Januari
1846 litt A., yang menyatakan bahwa Grooff disuspensi dari tempat
tugasnya, bahwa dia dan para pembantunya yaitu J.D. Escherich, A.
Heuvels, Kerstens, dan J.v.d. Brandt diasingkan dari Hindia Belanda
dan diberi waktu satu kali empat belas hari untuk menyelesaikan
urusan-urusannya, dan bahwa direktur urusan sipil bertanggungjawab
untuk memastikan kelancaran pemulangan mereka ke Nederland. Dalam
keputusan ini juga disebutkan bahwa Cartenstat, Grube, dan van Dijk
ditarik untuk sementara dari tempat pelayanan mereka di Batavia,
Semarang, dan Surabaya. Uskup Grooff meninggalkan Jawa pada 3
Pebruari, dan tiba di Nederland pada 11 Juni 1846.
Martabat
Vikaris Apostolik Batavia telah dilecehkan. Untuk menghindari lebih
jauh hal yang tidak diinginkan maka Paus Pius IX menunjuk Mgr. Grooff
menjadi Visitor Apostolik Suriname pada tanggal 1 Desember 1846. Dia
berangkat ke Suriname pada 23 Mei 1847 dan melanjutkan karyanya
sebelumnya, sampai ia meninggal dunia pada 29 April 1852 di
Paramaribo.
Sumber:
Nieuw
Nederlandsch biografisch woordenboek. Deel 7
www.dbnl.org/tekst/molh003nieu07_01/molh003nieu07_01-x9.pdf
Mengenai Cartenstat, terdapat ulasan berikut:
Mengenai Cartenstat, terdapat ulasan berikut:
Cartenstat
(Hubertus Jacobus), lahir di Maastricht pada 23 September 1806, wakil
Prefek Gereja Katolik Roma di Hindia Belanda, belajar filsafat pada
sebuah kolese di Louvain; setelah kolese itu ditutup, dia
menyelesaikan studinya di Roma, ditahbiskan menjadi imam pada tahun
1832, dan meninggal dunia pada tahun 1881.
Pada
tanggal 4 Nopember 1837 dia tiba di Batavia dan tinggal disana
sebagai asisten Prefek Apostolik Scholten. Pada saat Prefek Scholten
harus pergi cuti untuk memulihkan kesehatannya pada tahun 1842, dia
menunjuk Cartenstat menjadi Wakil Prefek. Pada 25 Januari 1842,
Cartenstat ditunjuk secara resmi untuk menjalankan tugas itu oleh
Kongregasi Propaganda Fide, dan mulai menjalankan fungsinya pada
bulan Pebruari 1842, saat keberangkatan Prefek Apostolik.
Tak
lama kemudian dia berselisih dengan para imam anak buahnya, salah
satu di antaranya ialah dengan pastor A.D. Godthardt, yang bekerja di
Surabaya. Pada tanggal 20 Maret, Godthardt meminta Wakil Prefek untuk
mengajukan ijin baginya ke Pemerintah untuk mengadakan perjalanan ke
Maluku (pulau rempah-rempah), demi menghindari perselisihan dengan
Thijssen, pastor paroki di Surabaya. Sebab kalau tidak ada ijin dari
Pemerintah, dia bisa dipulangkan. Namun, tanpa menunggu jawaban
Cartenstat, Godthardt telah meninggalkan Surabaya dan tiba di Batavia
pada 13 April. Di sana dia menyampaikan keluhan mengenai pastor
Thijssen yang menghalangi dia dalam menjalankan tugasnya, dan juga
tuduhan mengenai perilaku imoral dari pastor Thijssen. Wakil-Prefek
Cartenstat melarang Godthardt untuk pergi sambil memberikan ancaman
suspensi, serta akan melakukan penyelidikan. Sementara itu, Godthardt
mengajukan permohonan ke Gubernur Jenderal untuk dibebastugaskan dan
diijinkan untuk kembali ke Eropa. Permohonan itu kemudian dikabulkan,
setelah dilakukan konsultasi dengan Cartenstat. Atas permintaan
Gubernur Jenderal, Cartenstat melakukan penyelidikan yuridis “in
loco” (di tempat perkara). Keluhan dan tuduhan mengenai pastor
Thijssen ternyata terbukti kebenarannya. Oleh karena itu pastor
Thijssen dikenai suspensi oleh Gereja, dan dia dibebaskan dari
tugasnya melalui keputusan Pemerintah tertanggal 7 Oktober 1844.
Karena
pimpinan misi yang baru akan segera tiba, Cartenstat juga mengajukan
kepada Pemerintah untuk menunjuknya menjadi pastor paroki Surabaya.
Pemerintahpun menyetujuinya melalui surat keputusan tertanggal 7
Oktober 1844.
Vikaris
Apostolik Mgr. J. Grooff, uskup tituler wilayah Canea, menjadi
pemimpin baru misi di Hindia Belanda, dan tiba pada tanggal 21 April
1845. Cartenstat berangkat ke Surabaya pada tanggal 31 Mei. Tak lama
kemudian dia berselisih dengan Uskup baru itu. Pada tanggal 10
September dia bersama beberapa imam yang lain mendapat suspensi
karena alasan perilaku yang duniawi.
Tetapi
Pemerintah tidak senang terhadap Mgr. J. Grooff, dan memaksa dia
untuk sudah meninggalkan Hindia Belanda pada bulan Pebruari 1846.
Gubernur Jenderal pun lalu mengangkat Cartenstat untuk kembali
memimpin Gereja di Batavia. Akan tetapi, karena Cartenstat masih
dalam status suspensi (yang diberikan oleh Mgr. J. Grooff), umat
katolik di Batavia tidak mau menghadiri upacara ibadat yang
dipimpinnya.
Mgr.
J. Grooff mendapat pembelaan dan dibenarkan oleh Raja Willem II,
melalui Keputusan Kerajaan nomor 55 tertanggal 5 Mei 1846. Tetapi
sebelum dia tiba kembali di Nederland, Cartenstat dan beberapa imam
yang lain pun telah dicabut hak-haknya untuk menjalankan fungsi
imamat. Dan sekarang Cartenstat pun harus meninggalkan Hindia
Belanda. Dia pergi ke Roma, dan meninggal dunia di sana pada tahun
1881.
Sumber:
Nieuw
Nederlandsch Biografisch Woordenboek (NNBW); p.280-281
Penterjemah:
Ev. E. Prasetyo Widodo CM, dengan bantuan Henk Hippolyte de Cuijper
CM
No comments:
Post a Comment