Saturday, September 12, 2015

Grooff Affair, 1845 - 1846


GROOFF AFFAIR
Konflik Misi Katolik di Jawa Pada Abad 19

Mgr. James GROOFF lahir di Amsterdam pada 20 September 1800, wafat di Paramaribo pada 29 April 1852. Dia menjadi uskup pertama yang diangkat oleh Propaganda Fide pada tahun 1842 untuk misi di Vikariat Apostolik Batavia. Ia belajar teologi di Seminari Tinggi di Munster dan ditahbiskan menjadi imam di Warmond pada 9 Agustus 1825. Pada tahun itu juga dia berangkat misi ke Suriname. Pada awal tahun 1827 dia ditunjuk menggantikan Prefek Apostolik Martinus van der Weijden. Disana ia ikut aktif memerangi wabah lepra dan cukup berhasil.
Dalam tahun 1842 Grooff diangkat menjadi Vikaris Apostolik dari Vikariat Batavia yang baru saja didirikan. Dengan tugas baru dari Roma, dia segera berangkat ke Nederland untuk menerima tahbisan uskup dan menyiapkan diri untuk tempat tugasnya yang baru. Ia meninggalkan Suriname pada 10 Oktober 1843. Pada 26 Pebruari 1844 dia menerima tahbisan uskup dari Mgr. Wijckersloot. Pada 8 April 1844 dia ditunjuk menjadi asisten uskup pada tahta suci. Dia juga mendapat jaminan perlindungan dari Raja. Pada 6 Desember 1844 dia meninggalkan pelabuhan Den Helder menuju tempat misi di Hindia Belanda dengan ditemani oleh 4 orang misionaris lain, yaitu J.D. Escherich, B. Kerstens, J.v.d. Brandt, dan A. Heuvels. Setelah perjalanan laut yang melelahkan mereka tiba di Batavia pada 21 April 1845.
Pada 28 April 1845 dia diharapkan bertemu Gubernur Jenderal J.C. Reijnst. Dia berada dalam pengawasan. Karena dia dan para pembantunya jelas sekali hendak melakukan tugas gerejani tanpa memiliki status legal (ijin) dari pemerintah. Gubernur sama sekali tidak menerima berita apapun dari Departemen Kolonial. Apalagi menjelang keberangkatannya Grooff tidak memberitahu Menteri Koloni, dan hanya berbekal pengetahuan dan persetujuan Raja. Tetapi kesulitan terbesar justru terletak pada kenyataan bahwa mereka tidak memiliki “radicaal”. Memang akhirnya radicaal untuk mereka bisa dikeluarkan dengan surat keputusan K. Besl. No. 126 tertanggal 12 Desember 1845, tetapi sudah terlambat, karena surat itu baru datang setelah para misionaris itu diusir dari Hindia Belanda.
Sebenarnya kesulitan sudah mulai ketika pada 22 Mei 1845 permohonan untuk penempatan Heuvels dan Kerstens untuk menjadi kapelan di Semarang dan Surabaya ditolak, yang kemudian diikuti dengan kesulitan-kesulitan lebih besar lainnya. Tanpa takut, sebagai seorang yang sangat loyal terhadap tahta suci, maka tidak mengherankan kalau Grooff terus-menerus berbenturan dengan pemerintah dan peraturan kolonial pada masa itu. Hal ini menggaambarkan dengan jelas kepribadiannya. Misalnya tentang masalah kawin campur, Grooff dinilai intoleran karena menolak memberikan dispensasi dengan alasan persyaratan sebagaimana dituntut oleh Roma tidak terpenuhi. Tambah lagi banyak suara menentangnya, karena dia mensuspensi Grube pastor Semarang, Cartenstat pastor Surabaya, dan van Dijk pastor Batavia, dengan alasan perilaku mereka dinilai tidak sesuai dengan imamat. Gereja Semarang secara terang-terangan menentang Grooff dengan cara menutup gereja.
Heuvels diutus oleh Grooff ke Semarang menggantikan Grube, sambil menyerahkan surat keputusan suspensi kepada Grube. Grube menyampaikan keluhan keberatannya kepada Residen. Sementara itu, Grooff mengajukan permohonan kepada Gubernur Jenderal, tetapi tidak ada tanggapan apa-apa. Baru pada 29 September keputusan penolakan dari pemerintah keluar, yang bunyinya memerintahkan Heuvels keluar dari Semarang; hal yang sama terjadi pada Kerstens yang diutus Grooff untuk menggantikan Cartenstat di Surabaya, ia akan diusir kalau berani bertindak sebagai pastor di Surabaya. Sementara itu pada 27 September Gubernur Jenderal yang baru, yaitu Jan Jacob Rochussen, tiba di Batavia. Pada 30 September Grooff menghadap Gubernur Jenderal dan dewannya, yang tampaknya kurang menanggapi sebagaimana diharapkannya. Sebab Gubernur Jenderal sudah mendengar laporan keluhan dari Semarang dan Surabaya yang menentang Grooff. Grooff diminta menyerahkan dokumen-dokumen yang relevan untuk menjadi bahan pertimbangan, yaitu: 1) surat-surat keputusan suspensi (Cartenstat, Grube, dan van Dijk); 2) salinan dari peraturan-peraturan yang diberlakukan untuk para imam yang disuspensi (selain yang berkaitan langsung dengan tata peribadatan).
Grooff menanggapi kedua hal tersebut, namun menolak untuk menyerahkan salinan surat-surat yang dimaksud, dengan alasan bahwa itu kewenangan tahta suci. Walaupun terkesan akan tanggapan Grooff, namun dengan jelas Gubernur Jenderal menegaskan pandangannya bahwa setiap departemen, atau apapun, bergantung pada pemerintah Hindia Belanda, dan karena itu Grooff sebagai otoritas yang terpisah dari pemerintah dan semua yang ada dalam kewenangannya pasti tak akan pernah diakui pemerintah. Selain itu, sang Gubernur baru itu juga sempat mengungkapkan ketidaksukaannya atas perilaku “onkoloniale” dari Grooff di Hindia Belanda dan atas tindakannya mensuspensi imam-imam di Semarang dan Surabaya yang telah ditunjuk oleh Gubernur Jenderal. Berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal No. 3 tertanggal 15 Nopember 1845 Kerstens disingkirkan dari Surabaya “karena dia tidak bisa menunjukkan keabsahan tugasnya untuk melayani Gereja Katolik Roma dan karena itu bertindak bertentangan dengan peraturan yang berlaku.” Surat keputusan tersebut berlaku baik untuk Kerstens, Heuvels, Escherich, maupun van den Brandt, dan melarang mereka untuk melakukan apapun pelayanan keagamaan di Hindia Belanda.
Grooff mengambil keputusan untuk mengutus Escherich, orang kepercayaan dan sekretarisnya, untuk pergi ke negeri Belanda guna mengajukan pembelaan atas kasusnya di dewan para uskup dan dengan meminta campur tangan Menteri Urusan Gereja Katolik. Pada akhir Januari 1846 Escherich tiba di Nederland. Sementara itu Grooff menerima surat dari kantor Gubernur Jenderal tertanggal 8 Desember 1845 yang memintanya agar menarik kembali keputusannya mensuspensi para pastor di Semarang dan Surabaya. Karena Grooff menolak permintaan itu, maka ia menerima lagi surat pada 18 Januari 1846 yang memintanya untuk segera menghadap Gubernur Jenderal. Grooff pergi menghadap Gubernur Jenderal keesokan harinya. Sekali lagi Grooff diminta untuk menarik kembali keputusan suspensi sementara atau mengubahnya sesuai yang diinginkan pemerintah. Pilihannya ialah tetap tinggal dalam pelayanannya disini atau harus meninggalkan Jawa dalam empat belas hari. Grooff diminta memutuskan sendiri. Namun Grooff menjawab bahwa tanpa ijin dari Roma dia tidak boleh meninggalkan tempat tugasnya, dan bahwa walaupun ia diyakinkan akan kekuasaan pemerintah namun pemerintah tak punya kuasa apa-apa dalam hal ini.
Akibat dari pertemuan tersebut, pada 20 Januari ajudan Gubernur Jenderal menyerahkan kepada Grooff sebuah “Salinan dari Register Keputusan-keputusan Gubernur Jenderal” Batavia tanggal 19 Januari 1846 litt A., yang menyatakan bahwa Grooff disuspensi dari tempat tugasnya, bahwa dia dan para pembantunya yaitu J.D. Escherich, A. Heuvels, Kerstens, dan J.v.d. Brandt diasingkan dari Hindia Belanda dan diberi waktu satu kali empat belas hari untuk menyelesaikan urusan-urusannya, dan bahwa direktur urusan sipil bertanggungjawab untuk memastikan kelancaran pemulangan mereka ke Nederland. Dalam keputusan ini juga disebutkan bahwa Cartenstat, Grube, dan van Dijk ditarik untuk sementara dari tempat pelayanan mereka di Batavia, Semarang, dan Surabaya. Uskup Grooff meninggalkan Jawa pada 3 Pebruari, dan tiba di Nederland pada 11 Juni 1846.
Martabat Vikaris Apostolik Batavia telah dilecehkan. Untuk menghindari lebih jauh hal yang tidak diinginkan maka Paus Pius IX menunjuk Mgr. Grooff menjadi Visitor Apostolik Suriname pada tanggal 1 Desember 1846. Dia berangkat ke Suriname pada 23 Mei 1847 dan melanjutkan karyanya sebelumnya, sampai ia meninggal dunia pada 29 April 1852 di Paramaribo.


Sumber:
Nieuw Nederlandsch biografisch woordenboek. Deel 7
www.dbnl.org/tekst/molh003nieu07_01/molh003nieu07_01-x9.pdf

Mengenai Cartenstat, terdapat ulasan berikut:

Cartenstat (Hubertus Jacobus), lahir di Maastricht pada 23 September 1806, wakil Prefek Gereja Katolik Roma di Hindia Belanda, belajar filsafat pada sebuah kolese di Louvain; setelah kolese itu ditutup, dia menyelesaikan studinya di Roma, ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1832, dan meninggal dunia pada tahun 1881.
Pada tanggal 4 Nopember 1837 dia tiba di Batavia dan tinggal disana sebagai asisten Prefek Apostolik Scholten. Pada saat Prefek Scholten harus pergi cuti untuk memulihkan kesehatannya pada tahun 1842, dia menunjuk Cartenstat menjadi Wakil Prefek. Pada 25 Januari 1842, Cartenstat ditunjuk secara resmi untuk menjalankan tugas itu oleh Kongregasi Propaganda Fide, dan mulai menjalankan fungsinya pada bulan Pebruari 1842, saat keberangkatan Prefek Apostolik.
Tak lama kemudian dia berselisih dengan para imam anak buahnya, salah satu di antaranya ialah dengan pastor A.D. Godthardt, yang bekerja di Surabaya. Pada tanggal 20 Maret, Godthardt meminta Wakil Prefek untuk mengajukan ijin baginya ke Pemerintah untuk mengadakan perjalanan ke Maluku (pulau rempah-rempah), demi menghindari perselisihan dengan Thijssen, pastor paroki di Surabaya. Sebab kalau tidak ada ijin dari Pemerintah, dia bisa dipulangkan. Namun, tanpa menunggu jawaban Cartenstat, Godthardt telah meninggalkan Surabaya dan tiba di Batavia pada 13 April. Di sana dia menyampaikan keluhan mengenai pastor Thijssen yang menghalangi dia dalam menjalankan tugasnya, dan juga tuduhan mengenai perilaku imoral dari pastor Thijssen. Wakil-Prefek Cartenstat melarang Godthardt untuk pergi sambil memberikan ancaman suspensi, serta akan melakukan penyelidikan. Sementara itu, Godthardt mengajukan permohonan ke Gubernur Jenderal untuk dibebastugaskan dan diijinkan untuk kembali ke Eropa. Permohonan itu kemudian dikabulkan, setelah dilakukan konsultasi dengan Cartenstat. Atas permintaan Gubernur Jenderal, Cartenstat melakukan penyelidikan yuridis “in loco” (di tempat perkara). Keluhan dan tuduhan mengenai pastor Thijssen ternyata terbukti kebenarannya. Oleh karena itu pastor Thijssen dikenai suspensi oleh Gereja, dan dia dibebaskan dari tugasnya melalui keputusan Pemerintah tertanggal 7 Oktober 1844.
Karena pimpinan misi yang baru akan segera tiba, Cartenstat juga mengajukan kepada Pemerintah untuk menunjuknya menjadi pastor paroki Surabaya. Pemerintahpun menyetujuinya melalui surat keputusan tertanggal 7 Oktober 1844.
Vikaris Apostolik Mgr. J. Grooff, uskup tituler wilayah Canea, menjadi pemimpin baru misi di Hindia Belanda, dan tiba pada tanggal 21 April 1845. Cartenstat berangkat ke Surabaya pada tanggal 31 Mei. Tak lama kemudian dia berselisih dengan Uskup baru itu. Pada tanggal 10 September dia bersama beberapa imam yang lain mendapat suspensi karena alasan perilaku yang duniawi.
Tetapi Pemerintah tidak senang terhadap Mgr. J. Grooff, dan memaksa dia untuk sudah meninggalkan Hindia Belanda pada bulan Pebruari 1846. Gubernur Jenderal pun lalu mengangkat Cartenstat untuk kembali memimpin Gereja di Batavia. Akan tetapi, karena Cartenstat masih dalam status suspensi (yang diberikan oleh Mgr. J. Grooff), umat katolik di Batavia tidak mau menghadiri upacara ibadat yang dipimpinnya.
Mgr. J. Grooff mendapat pembelaan dan dibenarkan oleh Raja Willem II, melalui Keputusan Kerajaan nomor 55 tertanggal 5 Mei 1846. Tetapi sebelum dia tiba kembali di Nederland, Cartenstat dan beberapa imam yang lain pun telah dicabut hak-haknya untuk menjalankan fungsi imamat. Dan sekarang Cartenstat pun harus meninggalkan Hindia Belanda. Dia pergi ke Roma, dan meninggal dunia di sana pada tahun 1881.


Sumber:
Nieuw Nederlandsch Biografisch Woordenboek (NNBW); p.280-281
Penterjemah: Ev. E. Prasetyo Widodo CM, dengan bantuan Henk Hippolyte de Cuijper CM


 

No comments:

Post a Comment