Manuskrip
“Korte omschrijving van de stichting de nieuwe Roomsch Katholieken
Kerk te Soerabaja”
Catatan
Mengenai Manuskrip
1.
Manuskrip berbahasa Belanda ini terdiri atas 4 lembar kertas folio,
tulisan tangan dengan coretan-coretan penambahan keterangan, tanpa
keterangan tanggal penulisan, dalam rangka apa, dan tentang siapa
penulisnya. Manuskrip berbicara mengenai proses konstruksi
pembangunan dari awal hingga nyaris selesai, dan sedang menanti
pemasangan jam yang akan datang dari Eropa dan yang akan dihubungkan
dengan salah satu lonceng di menara. Berdasarkan manuskrip “Jurnal
Pembangunan (4 April 1899 – 5 Agustus 1900)”, jam menara itu
diterima pada tanggal 17 Juli 1900. Berdasarkan hal itu, penulisan
naskah ini mestinya dilakukan sebelum tanggal 17 Juli 1900,
kemungkinan dimaksudkan sebagai bahan suatu laporan dan atau
reportase pada saat gereja nanti diresmikan. Melihat coretan-coretan
penambahan dan koreksi, tampaknya naskah itu bukan teks final. Tetapi
bagaimanapun, informasi di dalamnya sangat berharga.
2.
Tanggal Peletakan Batu Pertama
Dalam
manuskrip ini disebutkan bahwa peletakan batu pertama dilakukan
secara meriah pada tanggal 16 Agustus 1899. Tetapi arsip dokumen
tentang peletakan batu pertama yang tersimpan di Kepanjen memberikan
bukti yang berbeda, yakni bahwa peletakan batu pertama dilakukan
bukan tanggal 16 Agustus 1899, melainkan tanggal 17 September
1899. Agak terasa janggal untuk peristiwa sepenting itu. Tetapi mungkin dapat dijelaskan sebagai berikut:
Dalam
kumpulan arsip manuskrip-manuskrip Kepanjen terdapat 3 (tiga)
naskah manuskrip mengenai peletakan batu pertama:
1. Naskah Peletakan Batu Pertama tertanggal 16 Agustus 1899 (dalam
bahasa Belanda, tidak terdapat tandatangan-tandatangan), dapat
disebut sebagai Draft Pertama.
2. Naskah Peletakan Batu Pertama tertanggal 13 September 1899 (dalam
bahasa Latin, tidak terdapat tandatangan-tandatangan), dapat disebut
sebagai Draft Kedua.
3. Naskah Peletakan Batu Pertama tertanggal 17 September 1899 (dalam
bahasa Latin, ditandatangani oleh 13 orang), dapat disebut sebagai
Dokumen Otentik.
Melihat
adanya perubahan penggunaan bahasa dalam manuskrip, dari bahasa
Belanda menjadi bahasa Latin, bahasa resmi Gereja Katolik, dan
terdapatnya tanda tangan dalam naskah, mungkin dapat dijelaskan
begini: semula peletakan batu pertama pembangunan gedung gereja di
Tempelstraat (sekarang Jalan Kepanjen) direncanakan untuk dilakukan
pada 16 Agustus 1899. Namun rupanya belum siap, dan diundur pada 13
September 1899. Tetapi ini juga belum siap. Akhirnya, setelah
mengalami dua kali penundaan, peletakan batu pertama dilakukan secara
resmi pada 17 September 1899. Dokumen peletakan batu pertama
tertanggal 17 September 1899 ditandatangani oleh 13 orang, yaitu:
Pastor Paroki bersama 4 pastor yang lain (P.J. van Santen, F.J.
Ellerbeck, H. Fisscher, Nolthenius de Man, N. Visser ), Dewan Paroki
4 orang (P.H. Coors, F. van der Mendens, C. Welter, G. van Traken),
Gubernur Provinsi (H.W. van Ravenswaag), Pimpinan Militer (A.W.G.
Schener), Asisten Residen (diwakili oleh Thomas C), dan Arsitek (W.
Westmaas). Berikut adalah copy manuskrip peletakan batu pertama
tertanggal 17 September 1899:
Terjemahan Naskah
"Deskripsi
Singkat Pembangunan Gereja Katolik Roma yang Baru di Surabaya”
1)
Gereja lama, yang dibangun pada tahun 1822 sudah perlu sekali untuk
diganti dengan bangunan gereja yang baru, terutama setelah Juni 1867
ketika terjadi gempa bumi yang besar di Jawa Tengah. Gempa tersebut
telah mengakibatkan bangunan gereja mengalami retak-retak horisontal
sepanjang pintu jendela; tetapi setelah dipasang penyangga-penyangga
dari besi, gereja masih bisa digunakan.
2)
Mencari sebidang lahan untuk dibeli. Keputusan Pemerintah nomor 28
tertanggal 4 Pebruari 1889 menyatakan bahwa ijin diberikan untuk
membeli sebidang lahan baru.
3)
Tidak lama setelah lahan tanah dibeli, muncullah masalah-masalah
teknis yang luar biasa, yang pada dasarnya menimbulkan keraguan
mengenai kondisi bawah tanah lahan yang telah dibeli itu apakah cukup
stabil untuk menyangga sebuah bangunan gereja yang cukup besar. Di
beberapa titik lokasi dilakukan pengujian beban, tetapi hasilnya
tidak memberi harapan. Hal ini mengakibatkan kekecewaan orang-orang
karena menyadari bahwa pembangunan tertunda-tunda terus. Akhirnya
dilakukan sebuah percobaan dengan menanamkan pipa-pipa besi. Lalu
menjadi jelas, walau tak seorang pun mengharapkan, bahwa 16 meter di
bawah permukaan tanah terdapat lapisan tanah yang cukup stabil untuk
menyangga bangunan yang diharapkan. Melihat kenyataan itu maka
sebuah rencana proyek dibuat pada tahun 1890 untuk membangun gedung
gereja baru. Dalam proyek ini orang mempertimbangkan kebutuhan untuk
menggunakan tiang-tiang pancang sebagai pondasi bangunan gereja.
Mengenai cara bagaimana tiang-tiang pancang ini ditanamkan ke dalam
tanah, terdapat banyak pendapat yang berbeda di kalangan ahli, dan
karena itu permulaan untuk pekerjaan konstruksi tertunda-tunda terus.
Pada
sekitar bulan September 1898 negosiasi-negosiasi mulai dilakukan oleh
dewan pengurus gereja dengan arsitek W. Westmaas di Semarang.
Rancangan proyek yang dibuat pada tahun 1890 oleh Kaelswit disusun
lebih teliti lagi oleh W. Westmaas. Rancangan utama tetap, namun
banyak detil yang perlu diubah. Setelah pembicaraan-pembicaraan yang
lebih rinci dengan dewan pengurus gereja, maka sebuah kontrak
ditulis, dimana arsitek W. Westmaas ditugaskan untuk membangun gedung
gereja baru.
Setelah
banyak gambar detil siap, mulailah dilakukan penggalian tanah pada 5
April 1899, dan pada 12 April setelah sebagian tanah disingkirkan
tiang pancang pertama ditanamkan ke dalam tanah. Ketika tiang-tiang
pancang ditanamkan ke dalam tanah, terbuktilah kebenaran hasil
percobaan yang dilakukan sebelumnya dengan menancapkan pipa-pipa
besi, karena semua tiang pancang setelah mencapai kedalaman 16 atau
17 meter di bawah permukaan tanah barulah menjumpai lapisan tanah
yang keras. Untuk seluruh operasi pemancangan 709 tiang digunakanlah
kayu galam. Kayu-kayu itu didatangkan dari Kalimantan. Tiang pancang
terakhir ditanamkan ke dalam tanah pada 15 Juli. Dengan segera
diletakkanlah di atasnya lantai pondasi berupa lapisan batu padas.
Kemudian pada tanggal 16 Agustus
1899 secara meriah dan dihadiri oleh banyak pihak tanah
diberkati dan diletakkanlah batu pertama bersama kotak berisi naskah
dokumen mengenai pendirian gereja.
Sementara
bagian-bagian yang diukir dan dipesan di Eropa didatangkan kemari,
tiang-tiang penyangga didirikan, dan penyusunan batu bata
dilangsungkan. Seluruh bangunan dibuat dengan batu bata, di bagian
luar warna alami dari batu bata dipertahankan; bagian dalamnya
diplaster dan dicat warna kalkarium yang berbeda-beda. Bingkai
jendela, jendela, pintu, atap dan menara terbuat dari kayu jati dan
dikerjakan di lokasi pembangunan gereja; atap dan menara ditutupi
dengan sirap dari kayu besi. Bagian-bagian yang dari besi untuk penahan dan semacamnya dikerjakan di lokasi, sementara itu
hiasan-hiasan dari besi, kunci dan engsel, kandeliar gas dan menara
di buat di Eropa; lantainya dibuat dengan ubin mosaik Eropa.
Panjang
axis di dalam gereja adalah 47,60 meter, lebar rentang salibnya 30,70
meter, dan lebar transep-nya 12,70 meter. Tinggi dari lantai sampai
bubungan gereja adalah 17,40 meter; puncak dari bubungan setinggi 21
meter dari lantai, dimana dua salib yang terpancang di atas dua
menara menjulang sekitar 40 meter dari tanah. Kubah di dalam gereja
merupakan kubah barel, yang berpotongan dengan busur dan tulang rusuk
diagonal dan menjadi tampak seperti sebuah kubah salib. Langit-langit
di atas panti imam dibentuk seperti sebuah kubah bintang, dan bagian
terendah dari menara-menara, yang ruangnya dirancang sebagai kapel
pembaptisan, memiliki kubah-kubah salib kecil. Di menara-menara
digantungkan tiga (3) lonceng, yang salah satunya dalam hari-hari ini
akan dihubungkan dengan jam yang akan tiba dari Eropa.
Seluruh
bangunan dirancang sebagai sebuah bangunan bergaya gotik, dalam
bentuk yang sederhana; perabotan di dalam gereja seperti
bangku-bangku, ornamen-ornamen gas dan sebagainya dibuat dalam bentuk
yang serupa.
Sumber:
Manuskrip Kepanjen “Korte omschrijving van de stichting de nieuwe
Roomsch Katholieken Kerk te Soerabaja”.
Penterjemah:
Ev. E. Prasetyo CM, dengan bantuan Henk Hippolyte de Cuijper CM.
Tianjin,
10 September 2013
No comments:
Post a Comment