Thursday, January 18, 2018
Monday, September 21, 2015
Masalah Kunjungan Pastoral ke Madura 1839
Masalah Kunjungan Pastoral ke
Madura 1839
Pada tahun 1839
terdapat sekitar 40 umat katolik di pulau Madura. Mereka terdiri atas
warga sipil, anggota tentara, dan para tahanan di penjara. Tetapi
mereka jarang mendapat kunjungan pastor. Pada tanggal 9 September
1839 Prefek Apostolik Scholten menerima sepucuk surat dari komandan
garnisun tentara di Bangkalan Madura. Komandan itu mengeluh bahwa
lebih dari empat tahun tidak ada imam katolik yang datang mengunjungi
anggota gerejanya, sementara pendeta Protestan dengan teratur
mengunjungi jemaatnya. Pada tanggal 12 September 1839 Scholten
mengirim sepucuk surat kepada Gubernur Jenderal Baud untuk memintanya
memberi wewenang pastor Surabaya Adriaan Tijssen guna mengunjungi
umat katolik di pulau Madura sekali setahun dan di penjara Benteng
Oranye empat kali setahun, serta untuk mengganti biaya perjalanannya.
Oleh Scholten salinan surat itu dikirimkan ke Thijssen, sambil
memintanya untuk memberikan laporan mengenai pelayanan terhadap 40
umat katolik di Madura. Tetapi dengan jengkel Thijssen membalas bahwa
umatnya yang jumlahnya kecil dan tersebar itu dapat dengan mudah
datang ke Surabaya bila mereka memang mempunyai kebutuhan keagamaan.
Tetapi, menurutnya, kalangan ini merupakan anggota-anggota serikat
rahasia (sebagian besar anggota Freemason), sementara yang lain hidup
kumpul kebo. Hanya segelintir yang tersisa: sejumlah kecil domba
yang tetap setia dan beberapa perempuan tua.
Sumber:
Karel
Steenbrink. Catholics in Indonesia: a documented history, Vol.
I: 1808-1900. Leiden: 2003, hal. 21, 243-244
Friday, September 18, 2015
Surat Yohanes Gabriel Perboyre Tahun 1835
Surat
Yohanes Gabriel Perboyre Tahun 1835
Pengantar
Yohanes
Gabriel Perboyre adalah seorang misionaris Lazarist (Congregatio
Missionis) yang mati sebagai martir di China pada 11 September 1840.
Pada 2 Juni 1996 dia dinyatakan sebagai orang suci oleh Paus Yohanes
Paulus II. Ia lahir di Le Puech dekat Montgesty, Perancis, pada 1802.
Pada 23 September 1826 ia ditahbiskan menjadi imam di Paris. Setelah
beberapa tahun bekerja di seminari, dia mengajukan diri untuk menjadi
misionaris di China. Pada tahun 1835, dalam perjalanannya dari
Perancis menuju Macao, ia singgah di Jawa karena harus berganti
kapal. Dari pelabuhan Le Havre tanggal 21 Maret dia menumpang kapal
Edmund dan tiba di Batavia tanggal 26 Juni. Dari Batavia dia harus
pindah ke kapal Royal George tanggal 5 Juli dengan tujuan Macao,
tetapi kapal harus singgah dulu selama 3 minggu di Surabaya, dari
tanggal 14 Juli hingga 7 Agustus 1835.
Selama 3 minggu di Surabaya dia sempat mengunjungi gereja katolik yang pada waktu itu di Roomsch KerkStraat (Jl. Cendrawasih), dan merayakan misa hari-hari Minggu di situ. Dia bahkan bercerita pernah makan bersama pastor setempat pada kesempatan hari pesta St. Vinsensius, yang pada masa itu (1737-1969) dirayakan pada tanggal 19 Juli. "Pada hari St. Vinsensius, setelah tinggal di gereja hingga tengah hari, kami makan bersama dengan pastor". Pastor paroki yang dimaksud kiranya adalah Adrianus Thijssen, yang bertugas di Surabaya pada 1827-1844.
Para
misionaris Lazarist yang mengembangkan gereja katolik di Keuskupan
Surabaya sejak 1923 kerap mengidentifikasikan diri mereka sebagai
mengikuti jejak misi sang martir Yohanes Gabriel Perboyre. Dan karena
itu nama Yohanes Gabriel juga dipakai di sejumlah institusi di
Keuskupan Surabaya, seperti nama yayasan, sekolah, dan sebagainya.
Berikut adalah bagian dari surat-surat Yohanes Gabriel Perboyre, baik
yang ditulisnya di Surabaya, maupun tentang gereja katolik di
Surabaya dan Jawa pada tahun 1835.
Surat
kepada pamannya; Surabaya 24 Juli 1835
Waktu itu tanggal 23 Juni,
kami memasuki Selat Sunda. Saya tidak dapat melukiskan perasaan kami
ketika memandangi pulau-pulau ini yang dipenuhi pohon-pohon dengan
buah-buahnya yang hampir-hampir bisa kami jangkau; menebarkan aroma
kuat dan manis dari cinnamon (kayu manis); membuat kami merasa bahwa
hidup baru sedang merasuk ke dalam diri kami. Esoknya, pada pesta St.
Yohanes Pembaptis, pelindung saya, saya berdoa misa semudah
melakukannya di daratan, yaitu di atas lautan yang berwarna zaitun
dan selalu tenang. Kami berlayar maju dengan hati-hati di antara
sejumlah pulau kecil, lebih-lebih di antara karang-karang, yang
ditunjukkan kepada para pelaut dengan banyak tanda silang yang timbul
di semua sisi di atas permukaan air. Akhirnya, pada tanggal 26 kami
bersandar di pelabuhan Batavia.
Kami menghabiskan tiga hari
berikutnya dan juga hari-hari Minggu dan pesta St. Petrus di kediaman
Prefek Apostolik, dimana pastor tinggal. Segera setelah kami kembali
ke kapal, kami harus berkemas seperlunya untuk ganti kapal. Pindah
dari satu kapal ke kapal yang lain yang mestinya diberi waktu hanya
satu jam, membutuhkan waktu tiga jam; itupun saya harus bekerja
seperti seorang pelaut profesional. Perahu panjang, dimana saya
bersama empat atau lima orang, dan mengangkut barang-barang terberat
dari bagasi bawaan kami, terbawa arus begitu cepatnya sehingga kami
tidak dapat menggunakan layar melainkan harus menggulungnya, karena
angin bertiup mengarah langsung melawan kami; dengan sia-sia kami
berusaha melawan amukan gelombang. Dan sesungguhnya kami malah
terdorong mundur jauh ketimbang maju. Malam tiba dan laut
bergelombang sementara kami mendayung dengan sia-sia. Yang bisa kami
lakukan tak lebih dari melewati beberapa gelombang panjang di tengah
kegelapan, melelahkan, dan kami nyaris putus asa, hingga akhirnya
muncullah dua orang pendayung baru dengan dua perahu yang ditempatkan
berjajar di depan perahu kami, dan diikat dengan tambang, seperti
seekor kuda penyelamat diikatkan pada sebuah kereta. Pertolongan ini
dengan segera membawa kami dengan selamat menuju ke kapal yang siap
menerima kami. Saya segera berganti baju, yang basah kuyup oleh
keringat dan air laut, setelah kerja yang melelahkan memompa dan
memegang kemudi. Pada tanggal 5 Juli kami berangkat dengan kapal
“Royal George” yang kami kira akan membawa kami ke China, tetapi
yang diharuskan, sebagaimana kapal “Edmund”, untuk pergi
mengambil barang di ujung timur Jawa.
Kami berada di sini di
pelabuhan Surabaya sejak tanggal 14. Kami akan berangkat pada tanggal
10 Agustus. Kami nanti harus kembali ke rute perjalanan kami, dua
kali menyusuri pantai barat Pulau Borneo; kemungkinan akan tiba di
Macao menjelang Pesta Natal. Sementara menunggu kami harus menghadapi
penundaan ini dengan sabar dan berusaha memanfaatkan waktu kami. Kami
pergi ke daratan pada hari minggu saja, untuk berdoa misa. Pada hari
St. Vinsensius, setelah tinggal di gereja sampai tengah hari, kami
makan bersama dengan pastor.
Di seluruh Pulau Jawa hanya
ada empat imam, semuanya orang Belanda. Tidak ada imam sama sekali di
pulau-pulau yang lain sekitarnya. Semua pulau ini dihuni oleh orang
Melayu yang mengikuti agama Islam, paling tidak di tempat-tempat
tertentu. Sekarang ini sedang musim dingin di negeri ini, namun musim
dingin disini serasa musim-musim panas di Montauban.
Surat
kepada salah seorang Asisten Jenderal CM; Macao, 9 September 1835
Romo
dan Konfrater yang terhormat,
Inilah aku: inilah
kata-kata yang harus saya sampaikan kepada Anda sebagai tanda pertama
bahwa saya hidup, di Macao. Ya, inilah aku, dan terpujilah Tuhan kita
yang telah mengantarkan saya ke sini!… “Jika aku mengepakkan
sayapku di pagi hari, dan tinggal di ujung samudera, bahkan di sana
pun tangan-Mu menuntun aku dan tangan kanan-Mu memegang aku” (Mzm.
138, 9-10). Dari surat yang saya tulis kepada Superior Jenderal, Anda
tahu bahwa sampai pada saat itu perjalanan kami pada umumnya
menyenangkan. Setelahnya juga tidak kurang dari itu. Kami tinggal
tiga minggu di pelabuhan Surabaya. Penundaan ini bagi kami serasa
seperti sebuah liburan yang di negeri itu diperuntukkan bagi orang
yang sudah satu tahun bekerja keras. Panasnya cuaca yang membakar di
Jawa diiringi dengan angin sepoi-sepoi dari pegunungan di sekitarnya.
Walau pun kami disibukkan dengan belajar dan berdoa dari jam lima
atau enam pagi hingga jam sepuluh malam, umumnya kami merasa lebih
nyaman di kapal baru daripada di kapal sebelumnya, karena kami tidak
terganggu oleh gelombang ombak; setiap hari kami mendapatkan kekuatan
baru untuk meneruskan perjalanan kami. Kami pergi ke kota untuk
berdoa misa sesering mungkin; yaitu sekali atau dua kali seminggu.
Kadangkala, meskipun jarang, kami berjalan-jalan di sepanjang pantai
Jawa dan Madura.
Kami meninggalkan Surabaya
pada tanggal 7 Agustus. Kami diharuskan untuk membuang jangkar empat
atau lima “league” (sekitar 12-15 mil) dari sana, menunggu sampai
kembalinya air pasang, karena kapal terbenam dalam lumpur sedalam
beberapa kaki. Keesokan harinya, setelah kami dapat meneruskan
kembali perjalanan, kemudi memaksa kami meluncur mengarah ke tepi.
Untungnya sang kapten segera menyesuaikan layar-layar sehingga
mendorong kapal untuk mundur dan membelokkannya ke arah yang lain.
Dalam bahaya-bahaya seperti
ini, kami berhutang keselamatan kami kepada keterampilan sang
komandan dan kekuatan angin, atau lebih tepat, kepada Penyelenggaraan
Ilahi yang mengatur segalanya, dan yang pada kedatangan-Nya yang
kedua akan menghakimi dengan adil dan belas kasih. Musim angin yang
berhembus dari tenggara berlanjut sepanjang bulan Agustus di Laut
China. Hal ini sangat menguntungkan pelayaran kami, dan pada tanggal
29, kami akhirnya tiba di Macao.
penerjemah: ev. e. prasetyo cm
Sumber:
Life
of Blessed John Gabriel Perboyre, Priest of the Congregation of the
Mission.
London: Forgotten Books, 2013. pp. 128-132. (Original work published
1894)
ev.e.prasetyo
cm
Wednesday, September 16, 2015
Gambar Arsitek Bangunan Gereja Kepanjen
Gambar Arsitek Bangunan Gereja Kepanjen 1899
Salah satu arsip gereja Kepanjen yang sangat berharga mengenai bangunan gereja Kepanjen adalah gambar yang dibuat oleh arsitek W. Westmaas pada tahun 1899. Gambar arsitek ini masih lumayan terawat.
Di bagian kanan bawah gambar tersebut terdapat keterangan mengenai gambar, kapan dibuat, oleh siapa, dan ditujukan untuk siapa. Berikut keterangan gambar itu:
ev.e.prasetyo cm
Salah satu arsip gereja Kepanjen yang sangat berharga mengenai bangunan gereja Kepanjen adalah gambar yang dibuat oleh arsitek W. Westmaas pada tahun 1899. Gambar arsitek ini masih lumayan terawat.
Di bagian kanan bawah gambar tersebut terdapat keterangan mengenai gambar, kapan dibuat, oleh siapa, dan ditujukan untuk siapa. Berikut keterangan gambar itu:
GEREJA
KATOLIK ROMA SURABAYA
RANCANGAN DENGAN PENENTUAN JARAK
DIBANDINGKAN DENGAN JALAN DAN LAHAN
RANCANGAN DENGAN PENENTUAN JARAK
DIBANDINGKAN DENGAN JALAN DAN LAHAN
SEMARANG,
MARET 1899
W.G W.
WESTMAAS
ARSITEK
UNTUK PANITIA PEMBANGUNAN
UNTUK PANITIA PEMBANGUNAN
W.G P.
JOTANTEN
Gambar
Arsitek Bangunan Gereja Kepanjen 1949
Di
jaman perang kemerdekaan tahun 1945 bangunan gereja hancur terkena
bom dan terbakar.
Renovasi mulai dilakukan pada tahun 1949, dengan memakai jasa
biro arsitek HENRI ESTOURGIE. Pada gambar rancangan arsitek
tertanggal Agustus 1949 tampak ditambahkan ruang Sakristi (tempat penyimpanan benda-benda suci dan
tempat para imam beserta para petugas lainnya mempersiapkan diri
sebelum perayaan misa) di samping kiri dan kanan Panti Imam. Selain itu juga ditambahkan ruang pengakuan dosa di bagian sayap kiri dan kanan. Berikut
adalah gambar-gambar arsitektur tahun 1949 yang tersimpan sebagai
arsip Kepanjen.
Tuesday, September 15, 2015
Deskripsi Singkat Pembangunan Gereja Tahun 1900
Manuskrip
“Korte omschrijving van de stichting de nieuwe Roomsch Katholieken
Kerk te Soerabaja”
Catatan
Mengenai Manuskrip
1.
Manuskrip berbahasa Belanda ini terdiri atas 4 lembar kertas folio,
tulisan tangan dengan coretan-coretan penambahan keterangan, tanpa
keterangan tanggal penulisan, dalam rangka apa, dan tentang siapa
penulisnya. Manuskrip berbicara mengenai proses konstruksi
pembangunan dari awal hingga nyaris selesai, dan sedang menanti
pemasangan jam yang akan datang dari Eropa dan yang akan dihubungkan
dengan salah satu lonceng di menara. Berdasarkan manuskrip “Jurnal
Pembangunan (4 April 1899 – 5 Agustus 1900)”, jam menara itu
diterima pada tanggal 17 Juli 1900. Berdasarkan hal itu, penulisan
naskah ini mestinya dilakukan sebelum tanggal 17 Juli 1900,
kemungkinan dimaksudkan sebagai bahan suatu laporan dan atau
reportase pada saat gereja nanti diresmikan. Melihat coretan-coretan
penambahan dan koreksi, tampaknya naskah itu bukan teks final. Tetapi
bagaimanapun, informasi di dalamnya sangat berharga.
2.
Tanggal Peletakan Batu Pertama
Dalam
manuskrip ini disebutkan bahwa peletakan batu pertama dilakukan
secara meriah pada tanggal 16 Agustus 1899. Tetapi arsip dokumen
tentang peletakan batu pertama yang tersimpan di Kepanjen memberikan
bukti yang berbeda, yakni bahwa peletakan batu pertama dilakukan
bukan tanggal 16 Agustus 1899, melainkan tanggal 17 September
1899. Agak terasa janggal untuk peristiwa sepenting itu. Tetapi mungkin dapat dijelaskan sebagai berikut:
Dalam
kumpulan arsip manuskrip-manuskrip Kepanjen terdapat 3 (tiga)
naskah manuskrip mengenai peletakan batu pertama:
1. Naskah Peletakan Batu Pertama tertanggal 16 Agustus 1899 (dalam
bahasa Belanda, tidak terdapat tandatangan-tandatangan), dapat
disebut sebagai Draft Pertama.
2. Naskah Peletakan Batu Pertama tertanggal 13 September 1899 (dalam
bahasa Latin, tidak terdapat tandatangan-tandatangan), dapat disebut
sebagai Draft Kedua.
3. Naskah Peletakan Batu Pertama tertanggal 17 September 1899 (dalam
bahasa Latin, ditandatangani oleh 13 orang), dapat disebut sebagai
Dokumen Otentik.
Melihat
adanya perubahan penggunaan bahasa dalam manuskrip, dari bahasa
Belanda menjadi bahasa Latin, bahasa resmi Gereja Katolik, dan
terdapatnya tanda tangan dalam naskah, mungkin dapat dijelaskan
begini: semula peletakan batu pertama pembangunan gedung gereja di
Tempelstraat (sekarang Jalan Kepanjen) direncanakan untuk dilakukan
pada 16 Agustus 1899. Namun rupanya belum siap, dan diundur pada 13
September 1899. Tetapi ini juga belum siap. Akhirnya, setelah
mengalami dua kali penundaan, peletakan batu pertama dilakukan secara
resmi pada 17 September 1899. Dokumen peletakan batu pertama
tertanggal 17 September 1899 ditandatangani oleh 13 orang, yaitu:
Pastor Paroki bersama 4 pastor yang lain (P.J. van Santen, F.J.
Ellerbeck, H. Fisscher, Nolthenius de Man, N. Visser ), Dewan Paroki
4 orang (P.H. Coors, F. van der Mendens, C. Welter, G. van Traken),
Gubernur Provinsi (H.W. van Ravenswaag), Pimpinan Militer (A.W.G.
Schener), Asisten Residen (diwakili oleh Thomas C), dan Arsitek (W.
Westmaas). Berikut adalah copy manuskrip peletakan batu pertama
tertanggal 17 September 1899:
Terjemahan Naskah
"Deskripsi
Singkat Pembangunan Gereja Katolik Roma yang Baru di Surabaya”
1)
Gereja lama, yang dibangun pada tahun 1822 sudah perlu sekali untuk
diganti dengan bangunan gereja yang baru, terutama setelah Juni 1867
ketika terjadi gempa bumi yang besar di Jawa Tengah. Gempa tersebut
telah mengakibatkan bangunan gereja mengalami retak-retak horisontal
sepanjang pintu jendela; tetapi setelah dipasang penyangga-penyangga
dari besi, gereja masih bisa digunakan.
2)
Mencari sebidang lahan untuk dibeli. Keputusan Pemerintah nomor 28
tertanggal 4 Pebruari 1889 menyatakan bahwa ijin diberikan untuk
membeli sebidang lahan baru.
3)
Tidak lama setelah lahan tanah dibeli, muncullah masalah-masalah
teknis yang luar biasa, yang pada dasarnya menimbulkan keraguan
mengenai kondisi bawah tanah lahan yang telah dibeli itu apakah cukup
stabil untuk menyangga sebuah bangunan gereja yang cukup besar. Di
beberapa titik lokasi dilakukan pengujian beban, tetapi hasilnya
tidak memberi harapan. Hal ini mengakibatkan kekecewaan orang-orang
karena menyadari bahwa pembangunan tertunda-tunda terus. Akhirnya
dilakukan sebuah percobaan dengan menanamkan pipa-pipa besi. Lalu
menjadi jelas, walau tak seorang pun mengharapkan, bahwa 16 meter di
bawah permukaan tanah terdapat lapisan tanah yang cukup stabil untuk
menyangga bangunan yang diharapkan. Melihat kenyataan itu maka
sebuah rencana proyek dibuat pada tahun 1890 untuk membangun gedung
gereja baru. Dalam proyek ini orang mempertimbangkan kebutuhan untuk
menggunakan tiang-tiang pancang sebagai pondasi bangunan gereja.
Mengenai cara bagaimana tiang-tiang pancang ini ditanamkan ke dalam
tanah, terdapat banyak pendapat yang berbeda di kalangan ahli, dan
karena itu permulaan untuk pekerjaan konstruksi tertunda-tunda terus.
Pada
sekitar bulan September 1898 negosiasi-negosiasi mulai dilakukan oleh
dewan pengurus gereja dengan arsitek W. Westmaas di Semarang.
Rancangan proyek yang dibuat pada tahun 1890 oleh Kaelswit disusun
lebih teliti lagi oleh W. Westmaas. Rancangan utama tetap, namun
banyak detil yang perlu diubah. Setelah pembicaraan-pembicaraan yang
lebih rinci dengan dewan pengurus gereja, maka sebuah kontrak
ditulis, dimana arsitek W. Westmaas ditugaskan untuk membangun gedung
gereja baru.
Setelah
banyak gambar detil siap, mulailah dilakukan penggalian tanah pada 5
April 1899, dan pada 12 April setelah sebagian tanah disingkirkan
tiang pancang pertama ditanamkan ke dalam tanah. Ketika tiang-tiang
pancang ditanamkan ke dalam tanah, terbuktilah kebenaran hasil
percobaan yang dilakukan sebelumnya dengan menancapkan pipa-pipa
besi, karena semua tiang pancang setelah mencapai kedalaman 16 atau
17 meter di bawah permukaan tanah barulah menjumpai lapisan tanah
yang keras. Untuk seluruh operasi pemancangan 709 tiang digunakanlah
kayu galam. Kayu-kayu itu didatangkan dari Kalimantan. Tiang pancang
terakhir ditanamkan ke dalam tanah pada 15 Juli. Dengan segera
diletakkanlah di atasnya lantai pondasi berupa lapisan batu padas.
Kemudian pada tanggal 16 Agustus
1899 secara meriah dan dihadiri oleh banyak pihak tanah
diberkati dan diletakkanlah batu pertama bersama kotak berisi naskah
dokumen mengenai pendirian gereja.
Sementara
bagian-bagian yang diukir dan dipesan di Eropa didatangkan kemari,
tiang-tiang penyangga didirikan, dan penyusunan batu bata
dilangsungkan. Seluruh bangunan dibuat dengan batu bata, di bagian
luar warna alami dari batu bata dipertahankan; bagian dalamnya
diplaster dan dicat warna kalkarium yang berbeda-beda. Bingkai
jendela, jendela, pintu, atap dan menara terbuat dari kayu jati dan
dikerjakan di lokasi pembangunan gereja; atap dan menara ditutupi
dengan sirap dari kayu besi. Bagian-bagian yang dari besi untuk penahan dan semacamnya dikerjakan di lokasi, sementara itu
hiasan-hiasan dari besi, kunci dan engsel, kandeliar gas dan menara
di buat di Eropa; lantainya dibuat dengan ubin mosaik Eropa.
Panjang
axis di dalam gereja adalah 47,60 meter, lebar rentang salibnya 30,70
meter, dan lebar transep-nya 12,70 meter. Tinggi dari lantai sampai
bubungan gereja adalah 17,40 meter; puncak dari bubungan setinggi 21
meter dari lantai, dimana dua salib yang terpancang di atas dua
menara menjulang sekitar 40 meter dari tanah. Kubah di dalam gereja
merupakan kubah barel, yang berpotongan dengan busur dan tulang rusuk
diagonal dan menjadi tampak seperti sebuah kubah salib. Langit-langit
di atas panti imam dibentuk seperti sebuah kubah bintang, dan bagian
terendah dari menara-menara, yang ruangnya dirancang sebagai kapel
pembaptisan, memiliki kubah-kubah salib kecil. Di menara-menara
digantungkan tiga (3) lonceng, yang salah satunya dalam hari-hari ini
akan dihubungkan dengan jam yang akan tiba dari Eropa.
Seluruh
bangunan dirancang sebagai sebuah bangunan bergaya gotik, dalam
bentuk yang sederhana; perabotan di dalam gereja seperti
bangku-bangku, ornamen-ornamen gas dan sebagainya dibuat dalam bentuk
yang serupa.
Sumber:
Manuskrip Kepanjen “Korte omschrijving van de stichting de nieuwe
Roomsch Katholieken Kerk te Soerabaja”.
Penterjemah:
Ev. E. Prasetyo CM, dengan bantuan Henk Hippolyte de Cuijper CM.
Tianjin,
10 September 2013
Monday, September 14, 2015
Mengenai Arsip Notulen Rapat Dewan Pengurus
MENGENAI NOTULEN
KERK EN ARM BESTUUR SOERABAIA
CATATAN
TENTANG NOTULEN RAPAT
Pada
awalnya (sejak 1826) rapat-rapat “Kerk en Arm Bestuur” (Dewan Pengurus
Gereja dan Amal) diadakan dan dicatat dalam Notulen, bisa 2-3 kali
sebulan. Lama-lama hanya sekali sebulan. Bahkan kemudian setahun
hanya beberapa kali atau malah hanya sekali setahun. Ada yang 1-3
tahun tidak ada notulen (Januari 1832 – Agustus 1834; April 1840 –
Nopember 1844; Oktober 1845 – Maret 1848; Agustus 1875 –
September 1877; Januari 1879 – Januari 1881; Nopember 1882 –
Pebruari 1884; Juli 1892 – Oktober 1894; Nopember 1896 – April
1898; Agustus 1907 – Desember 1908; Januari 1924 – Pebruari 1925;
Agustus 1928 – Oktober 1930; Mei 1933 – Agustus 1935), yang bisa
diartikan tidak ada rapat.
Demikian
juga tandatangan pengesahan notulen. Notulen biasanya ditandatangani
oleh pastor Paroki sebagai ketua (voorzitter) dan sekretarisnya.
Tetapi ada juga yang hanya ditandatangani oleh Ketua saja atau
Sekretaris saja. Malah ada masa sekitar 25 tahun (1874 – 1899)
dimana cukup banyak notulen (35 notulen) tidak (tidak dirasa perlu)
ditandatangani.
Konflik-konflik
dan masalah seputar “Groof Affair” tercermin juga dalam buku
notulen, antara lain dengan tidak hadirnya pastor yang terlibat, dan
bahkan tiadanya notulen, yang dapat diartikan tidak adanya rapat. Pada arsip "Notulen Buku I", misalnya, terdapat kekosongan notulen antara 20 Maret 1840 sampai 8 Desember
1844, juga antara 30 September 1845 sampai 12 April 1848.
NOTULEN Buku
I: tanggal 29 Mei 1826 s/d tanggal 18 April 1849 (berjumlah 61
notulen)
NO
|
TANGGAL
|
HADIR
|
Tanda Tangan
|
||
---|---|---|---|---|---|
President
|
Kerkbestuur
|
Armbestuur
|
|||
1
|
29 Mei 1826
|
H. Waanders
|
P.J. Timmermans & J.B. van de Velde
|
J.D. Halewyn & A.J. Haarmans
|
Waanders, Halewyn (secretaris)
|
2
|
3 Juli 1826
|
Ketua dan semua anggota hadir
|
Waanders, Halewyn (secretaris)
|
||
3
|
18 Juli 1826
|
idem
|
idem
|
||
4
|
7 Agustus 1826
|
idem
|
idem
|
||
5
|
21 Agustus 1826
|
idem
|
idem
|
||
6
|
26 Agustus 1826
|
idem
|
idem
|
||
7
|
4 September 1826
|
idem
|
idem
|
||
8
|
18 September 1826
|
idem
|
idem
|
||
9
|
2 Oktober 1826
|
idem
|
idem
|
||
10
|
17 Oktober 1826
|
idem
|
idem
|
||
11
|
6 Nopember 1826
|
idem
|
idem
|
||
12
|
5 Desember 1826
|
idem
|
idem
|
||
13
|
12 Desember 1826
|
absen
|
J.B. van de Velde
|
J.D. Halewyn & A.J. Haarmans
|
van de Velde, Halewyn, Haarmans
|
14
|
8 Januari 1827
|
H. Waanders
|
idem
|
idem
|
Waanders, Halewyn
|
15
|
5 Pebruari 1827
|
idem
|
idem
|
||
16
|
5 Maret 1827
|
idem
|
van de Velde, Halewyn
|
||
17
|
2 April 1827
|
A. Thijssen (Waanders absen)
|
J.B. van de Velde
|
J.D. Halewyn & A.J. Haarmans
|
A. Thijssen, Halewyn
|
18
|
10 Mei 1827
|
idem
|
idem
|
||
19
|
5 Juni 1827
|
A. Thijssen
|
J.B. van de Velde
|
J.D. Halewyn & A.J. Haarmans
|
A. Thijssen, Halewyn
|
20
|
11 Juli 1827
|
A. Thijssen
|
J.B. van de Velde, Browne
|
J.D. Halewyn & A.J. Haarmans
|
A. Thijssen, Halewyn
|
21
|
6 Agustus 1827
|
idem
|
idem
|
||
22
|
3 September 1827
|
idem
|
idem
|
||
23
|
3 Oktober 1827
|
idem
|
idem
|
||
24
|
5 Nopember 1827
|
idem
|
idem
|
||
25
|
11 Desember 1827
|
absen
|
Browne
|
J.D. Halewyn & A.J. Haarmans
|
idem
|
26
|
7 Januari 1828
|
A. Thijssen
|
J.B. van de Velde, Browne
|
idem
|
idem
|
27
|
6 Maret 1828
|
absen
|
Th. Browne
|
idem
|
Browne, Halewyn
|
28
|
30 Juni 1828
|
A. Thijssen
|
idem
|
idem
|
A. Thijssen, Halewyn
|
29
|
2 Oktober 1828
|
idem
|
idem
|
idem
|
idem
|
30
|
8 Desember 1828
|
idem
|
idem
|
idem
|
idem
|
31
|
4 Maret 1829
|
idem
|
idem
|
idem
|
idem
|
32
|
25 Mei 1829
|
Ketua dan semua anggota hadir
|
idem
|
||
33
|
16 Oktober 1829
|
idem
|
idem
|
||
34
|
25 Pebruari 1830
|
A. Thijssen
|
Th. Browne
|
J.D. Halewyn & A.J. Haarmans
|
idem
|
35
|
8 Oktober 1830
|
idem
|
idem
|
idem
|
idem
|
36
|
10 Juni 1831
|
A. Thijssen
|
Th. Browne
|
absen
|
A. Thijssen, Halewyn
|
37
|
4 Desember 1831
|
idem
|
idem
|
J.D. Halewyn
|
idem
|
TIDAK ADA NOTULEN
|
|||||
38
|
20 September 1834
|
A. Thijssen
|
Th. Browne
|
A.J. Haarmans
|
Thijssen, Browne
|
39
|
7 Desember 1834
|
A. Thijssen
|
Th. Browne & J.B. van de Velde,
|
absen
|
Thijssen, van de Velde
|
40
|
8 Maret 1835
|
A. Thijssen
|
Th. Browne & J.B. van de Velde,
|
De La Costa de Watermalen
|
Tanpa TT
|
41
|
17 Mei 1835
|
idem
|
idem
|
idem
|
Thijssen, van de Velde
|
42
|
4 Oktober 1835
|
idem
|
idem
|
idem
|
idem
|
43
|
6 Maret 1836
|
idem
|
idem
|
idem
|
idem
|
44
|
8 Mei 1836
|
A. Thijssen
|
Th. Browne & J.B. van de Velde,
|
De La Costa de Watermalen
|
Thijssen, van de Velde
|
45
|
11 September 1836
|
idem
|
idem
|
idem
|
idem
|
46
|
13 Nopember 1836
|
idem
|
idem
|
idem
|
idem
|
47
|
16 April 1837
|
idem
|
idem
|
absen
|
idem
|
48
|
27 Agustus 1837
|
idem
|
idem
|
absen
|
idem
|
TIDAK ADA NOTULEN
|
|||||
49
|
11 Maret 1838
|
A. Thijssen
|
Th. Browne
|
A.F. van Essel
|
Thijssen, Brown, van Essel
|
50
|
30 Maret 1838
|
idem
|
idem
|
idem
|
Thijssen, van Essel
|
51
|
17 Mei 1838
|
idem
|
idem
|
idem
|
Thijssen
|
52
|
5 Juli 1838
|
Ketua dan semua anggota hadir
|
Thijssen & (?)
|
||
TIDAK ADA NOTULEN
|
|||||
53
|
Desember 1839
|
Ketua dan semua anggota hadir
|
Tanpa TT
|
||
54
|
20 Maret 1840
|
A. Thijssen
|
Th. Browne (bendahara)
T.J.H. Baijer (sekretaris)
|
Thijssen, Baijer, Browne
|
|
TIDAK ADA NOTULEN
|
|||||
55
|
8 Desember 1844
|
J.A. Van Dijk
|
Th. Browne (bendahara)
T.J.H. Baijer (sekretaris)
|
Van Dijk, Brown, Baijer
|
|
56
|
23 Pebruari 1845
|
J.A. Van Dijk
|
Th. Browne (bendahara),
T.J.H. Baijer, J.B. Borst, H.W.C. de Roock
(sekretaris)
|
Tanpa TT
|
|
57
|
14 Agustus 1845
|
H.J. Cartenstat
|
Th. Browne (bendahara),
T.J.H. Baijer, H.W.C. de Roock (sekretaris)
|
Cartenstat, Brown, Baijer, de Roock
|
|
58
|
30 September 1845
|
Semua anggota hadir
|
Tanpa TT
|
||
TIDAK ADA NOTULEN
|
|||||
59
|
12 April 1848
|
N. Moonen
|
Th. Browne (bendahara),
T.J.H. Baijer, H.W.C. de Roock (sekretaris)
|
Tanpa TT
|
|
60
|
6 September 1848
|
N. Moonen
|
Th. Browne (bendahara),
J.F.J. Karthaus, H.W.C. de Roock (sekretaris)
|
Tanpa TT
|
|
61
|
18 April 1849
|
N. Moonen
|
J.F.J. Karthaus, H.W.C. de Roock (sekretaris)
|
Tanpa TT
|
ev. e. prasetyo cm
Kepengurusan Gereja Pada Abad 19
Dewan Pengurus Gereja Katolik Roma
Roomsch
Katholijke Kerk en Armbestuur
Buku
arsip korespondensi dan catatan-catatan rapat (notulen) yang masih tersimpan baik di
“Kearsipan Kepanjen”, memberikan gambaran organisasi kepengurusan
Gereja Katolik di Surabaya pada abad 19. Kepengurusan Gereja Katolik
atau pada waktu itu dikenal dengan sebutan “Roomsch Katholijke Kerk
en Armbestuur” (Dewan Pengurus Gereja Katolik Roma dan Amal), mempunyai struktur umum
yang sederhana, terdiri atas: Ketua (President, atau Voorzitter), Sekretaris
(Secretaris), Bendahara (Thesaurier, atau Penningmeester), dan
Anggota (Leden). Ada kalanya ditambahkan “Wakil Ketua
(Onder-voorzitter)”. Ketua biasanya dijabat oleh pastor kepala
paroki, Wakil-Ketua dijabat oleh pastor-pembantu, sementara yang
lainnya oleh kaum awam. Dari buku-buku arsip Korespondensi dan Notulen (1826 - 1936),
kita mendapatkan gambaran kepengurusan sebagai berikut:
Roomsch
Katholijke Kerk en Arm Bestuur (1826 – 1848)
1826
– 1840
President
(pastor)
Kerk
Bestuur (2 orang awam)
Arm
Bestuur (2 orang awam)
Salah
seorang awam ditunjuk menjadi Sekretaris
Notulen
rapat-rapat ditandatangani oleh President sebagai pemimpin rapat
(voorzitter) dan Sekretaris.
1840
– 1848
Voorzitter
(Ketua, dipegang oleh Pastor)
Secretaris
(Sekretaris, dipegang oleh seorang awam)
Thesaurier
(Bendahara, dipegang oleh seorang awam)
Leden
(Anggota, terdiri atas beberapa awam)
Roomsch
Katholijke Kerk Gemeente (1849 – 1923)
1849
– 1852
Pastoor:
N.
Moonen
Kapellaan:
M.
Kooij OFMCap
Koster:
G. de Los Angelos
Roomsch
Katholijke Kerk en Armbestuur
Voorzitter:
Past. N. Moonen
Thesaurier:
Th. Browne
Secretaris:
H.W.C. de Roock
Leden:
F. Baijer & J.F.J. Karthaus
1852
– 1856
Pastoor:
Past. N.
Moonen
Kapellaan:
Past. C.
de Hesselle
Koster:
G. de Los Angelos
Roomsch
Katholijke Kerk en Armbestuur
Voorzitter:
Past. N.
Moonen
Onder-voorzitter:
Past. C.
de Hesselle
Thesaurier:
Th. Browne
Secretaris:
R.G.J. Schrant
Leden:
J.F.J. Karthaus, J. Buchler, P.J.A. Kervel, J. Kroon
1856
– 1860
Onderpastoor:
Past. H.J.C.
Franssen
Koster:
G. de Los Angelos
Organist:
J.J. Bergmans
Roomsch
Katholijke Kerk en Armbestuur
Waarnemen
Voorzitter: Past. H.J.C.
Franssen
Onder-Voorzitter:
A. van Delden
Thesaurier:
F.B. Karthaus
Secretaris:
J.A. Kocken
Leden:
W.F. Karthaus, , H.J. Reekers, H. Carton,
1860
Pastoor:
M.
van den Elzen
Onderpastoor:
J.B.
Palinckx
Koster:
G. de Los Angelos
Organist:
J.J. Bergmans
Roomsch
Katholijke Kerk en Armbestuur
Voorzitter:
M.
van den Elzen
Onder-Voorzitter:
P.J.A. Kervel
Thesaurier:
H.J.E. Everard
Secretaris:
F. W. de Rijk
Leden:
M. Sloot, S.H. Eerdinans, J.H.E. Melchers, C. Welter
1875
– 1877
Voorzitter
(Ketua, dipegang pastor Kepala Paroki)
Thesaurier
(Bendahara, dipegang seorang awam)
Secretaris
(Tugas Sekretaris
dipegang seorang pastor)
Leden
(anggota, beberapa orang awam)
1877
– 1936
Voorzitter
(Ketua, dipegang pastor Kepala Paroki)
Secretaris
& “Penningmeester” (Sekretaris & Bendahara, dipegang
rangkap oleh seorang pastor)
Leden
(anggota, beberapa orang awam)
Istilah
“Penningmeester” (bendahara) dipakai sejak Desember 1918
ev. e. prasetyo cm
Subscribe to:
Posts (Atom)