Saturday, September 12, 2015

Sejarah Stasi Surabaya, 1810 - 1890


Historia Stationis Soerabaiae ab anno 1810 ad annum 1890
(Sejarah Stasi Surabaya dari tahun 1810 sampai tahun 1890)



Pengantar
Catatan kronologis pertama mengenai Sejarah Stasi Surabaya diperkirakan dibuat pada tahun 1886 oleh seorang misionaris Yesuit yang bertugas di Surabaya waktu itu, pada kertas putih dalam bahasa Latin dengan tulisan tangan sepanjang delapan halaman, dengan judul "Historia Domus Stationis Soerabaiae". Catatan ini kemudian ditulis ulang pada kertas bergaris kotak-kotak mungkin warna merah muda, diperkirakan pada tahun 1890, masih dalam bahasa Latin dan dengan tulisan tangan sepanjang empat setengah halaman, dengan judul "Historia Stationis Soerabaiae ab anno 1810 ad annum 1890".

Mengenai manuskrip "Historia Stationis Soerabaiae ab anno 1810 ad annum 1890" ini, beberapa hal perlu dicatat:

Pertama, ketika historia domus itu ditulis ulang, sebuah keterangan menarik pada naskah 1886 halaman 6: "eadem Anno 1868 empta est nova domus nostrorum pretio F 25000." (pada tahun yang sama 1868 dibelilah rumah kita yang baru dengan harga 25000 gulden), tidak diikutsertakan. Entah sengaja atau tidak, dan mengapa tidak ditulis lagi pada naskah manuskrip 1890, kita tidak tahu. Sumber lain menyebut bahwa pembelian rumah di lokasi Jl.Kepanjen 9 yang sekarang itu dilakukan pada 1864 (?).

Kedua, mungkin karena kurang informasi atau sebab lain, periode 50 tahun pertama (1810-1859), yaitu periode para misionaris Praja sebelum kedatangan para pastor Yesuit, hanya secara ringkas sekali dicatat, tidak lebih dari satu halaman. Namun, betapapun ringkasnya, dari catatan ini kita menjadi tahu dengan lebih detil bahwa ada sebelas pastor yang melayani Stasi Surabaya selama periode itu, dan sedikit "mencium" adanya persoalan besar yang nantinya dikenal sebagai "Grooff Affair". Dari sumber lain kita juga akan tahu bahwa dua dari antara para pastor itu bukanlah imam Praja. A.D.Godthard adalah anggota OFM, dan Mathias Kooij adalah anggota OFMCap.

Ketiga, periode kedua (1859-1890), yaitu jaman para misionaris Yesuit, Surabaya merupakan pusat misi Yesuit di Hindia Belanda. Pada 1864-1882 Superior Misi Yesuit berkedudukan di Kepanjen Surabaya. Surabaya juga menjadi pusat misi untuk pulau-pulau luar Jawa (Flores, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera). Manuskrip-manuskrip mengenai pengorganisasian misi (ordinationes 1859-1870), sejarah rumah (historia domus) Larantuka, Maumere, Padang, dan sejumlah surat, yang tersimpan dalam arsip Kepanjen merupakan saksi historis yang menarik. Sayangnya, sejumlah manuskrip sudah tidak terbaca lagi karena rusak. Naskah "Historia Stationis Soerabaiae ab anno 1810 ad annum 1890" ini memuat daftar lengkap 19 orang imam Yesuit yang pernah bertugas di Surabaya selama periode 1859-1890.

Keempat, naskah "Historia Stationis Soerabaiae ab anno 1810 ad annum 1890" ini mengingatkan kita (di setiap paroki) akan pentingnya membuat catatan kronologis, membuat "historia domus", yang akan berguna dan bisa diwariskan ke generasi berikut, supaya dapat belajar dari sejarah. Dan untuk kebutuhan praktis, agar kita tidak bingung bila harus menulis sejarah setiap kali pesta atau merayakan ulang tahun paroki.



Terjemahan Naskah

Historia Stationis Soerabaiae ab anno 1810 ad annum 1890

(Sejarah Stasi Surabaya dari tahun 1810 sampai tahun 1890)

Misionaris pertama di kota ini ialah Romo Henricus Waanders, yang bekerja sejak tahun 1810. Pada masa karyanya gedung gereja katolik dibangun mulai tahun 1821, dan setahun kemudian diberkati pada 22 Maret. Dia pensiun pada tahun 1827. Sejak tahun itu disana berkarya Adrianus Thijssen, yang pada tahun 1844 dibebastugaskan dari tempat misi itu; dan yang selama satu tahun (1842-1843) ditemani oleh Romo A.D. Godthart. Dari tahun 1844 sampai 1846 disana bekerja Romo H.J. Cartenstat dan J.A. van Dijk, keduanya mendapatkan suspensi dari Mgr. Grooff. Tahun 1845 Romo Bernardus Kerstens tiba disana, tetapi pada awal tahun 1846 dia ditolak oleh pemerintah karena dia lebih setia kepada uskup. Untuk sementara waktu stasi ini tanpa Romo sampai dengan kedatangan Romo P.N. Sanders pada tahun 1847. Dari tahun 1849 stasi dipimpin oleh Romo Norbertus Moonen, seorang yang sampai sekarang selalu dipuji-puji ketika mengenangnya. Pada masanya, dia ditemani oleh Romo Mattias Kooij, dan kemudian dari tahun 1851 sampai 1854 ditemani oleh Romo Caspar Hesselle. Romo Moonen wafat pada tahun 1856. Dari tahun 1856 sampai 1859 disini berkarya Romo Caspar Johan Hubert Franssen. Dalam tahun itu juga datanglah Romo Martinus van den Elzen dan Johanes Baptista Palinckx, yang mulai menaruh perhatian pada karya persekolahan baik bagi para pemuda maupun pemudi. Situasi kaum muda sangatlah memprihatinkan, karena kebodohan dan ketidakpedulian terhadap agama, dan oleh karena itu dipandang perlu mendirikan sekolah-sekolah tempat anak-anak dididik dalam hidup kristiani. Atas Penyelenggaraan Ilahi telah berhasil dikumpulkan sumbangan dari para dermawan untuk membeli sebuah rumah seharga f. 20,000, yaitu rumah yang nantinya diserahkan kepada bruder-bruder St. Aloysius dari Oudenbosch untuk mulai membuka sekolah pada tahun 1862. Pada tahun berikutnya sebuah rumah lain seharga f. 40,000 dibeli, yaitu rumah tempat para suster Ursulin akan mendidik anak-anak perempuan. Selain itu didirikan juga tempat khusus bagi anak-anak perempuan yatim dari keturunan wanita pribumi yang miskin.Untuk menanamkan dalam jiwa anak-anak perempuan devosi kepada Santa Perawan Maria maka pada tahun 1863 didirikan Persaudaraan Hati Tak Bernoda Santa Perawan Maria dengan perayaan misa pada suatu hari minggu yang diiringi nyanyian anak-anak perempuan. Dari tahun 1859 sampai tahun 1865 Romo van den Elzen dan Palinckx melayani stasi ini, kemudian meninggalkan kota ini untuk mendirikan stasi baru di Djokjakarta, digantikan oleh Romo Johanes de Vries. Pada tahun 1866 datang Romo Franciscus de Bruijn. Dalam bulan Juli tahun itu Romo Martinus van den Elzen, orang yang karyanya diakui hingga saat ini, meninggal dunia. Pada tahun 1867 datanglah Romo Johanes Franciscus van der Hagen, sementara Romo de Vries pergi. Pada tahun 1868 diutuslah ke Soerabaia Romo Franciscus Johannes Augustus Ellerbeck. Tahun belum berakhir ketika kematian merenggut korban lain, yakni Romo van der Hagen. Pada tahun 1868 bertambahlah jumlah pekerja (kebun anggur) dengan kedatangan Romo Cornelius Omtzigt, dan pada tahun ini juga terpilihlah Romo Arnoldus Terwindt sebagai Superior Stasi Surabaya. Pada tahun 1869 Romo Ellerbeck pulang ke tanah air karena sakit dan Romo Omtzigt diutus misi ke Larantuka. Setelah sehat Romo Ellerbeck kembali ke Surabaya lagi. Pada tahun 1873 diberi lagi pekerja (kebun anggur), yaitu Romo Johannes Petrus Nicolaus van Meurs. Pada tahun 1875 dirayakanlah secara meriah pesta Hati Yesus Yang Mahakudus, dan sejak saat itu devosi kepada Hati Yesus ini mulai berakar di kalangan umat, diselenggarakan pada hari pertama bulan ke enam, dan pada tahun berikutnya patung Hati Yesus Yang Mahakudus ditempatkan di gereja, untuk dihormati pada bulan Juni dengan lebih khidmat. Pada tahun 1876 pekerja (kebun anggur) di stasi ini menjadi berjumlah empat orang, dengan kedatangan Romo Petrus van Santen. Pada tahun 1878 masuklah Romo Carolus Boelen, yang pada tahun berikutnya menggantikan tempat Romo van Santen yang berangkat ke Semarang dan bekerja disana sampai tahun 1880, dan yang kemudian bergabung dengan Romo Franciscus Voogel di Yogyakarta. Pada tahun 1883 datanglah Romo Gerardus Kusters. Pada tahun 1884, oleh karena sakit maka Romo Terwindt melepaskan tugasnya, dan digantikan oleh Romo Carolus Gulielmus Johannes Wenneker. Pada tahun yang sama, oleh karena alasan kesehatan Romo van Meurs pulang ke Belanda. Pada tahun 1885 Romo Voogel meninggalkan kota ini untuk mendirikan misi baru di Kendari, bagian timur pulau Sulawesi, dan Romo van Meurs yang kembali dari Belanda menjalankan pelayanan suci di kota ini sampai awal tahun 1886, kemudian pindah ke Semarang dan digantikan oleh Romo Cornelis Stiphout. Pada tahun yang sama Romo Gerardus van Mierlo tiba di Surabaya, sehingga Romo Kusters dapat pergi untuk melayani Cirebon. Pada tahun 1886 itu juga Kongregasi Maria untuk kaum muda mulai didirikan di sekolah bruderan. Sebab dari pengalaman jelas bahwa di sekolah bruderan anak-anak yang naik dari kelas empat ke kelas lima cenderung menjadi nakal, kehilangan semangat yang baik, maka kerap merupakan keputusan yang baik bahwa peraturan-peraturan diberikan kepada mereka sejak tahun awal hidup mereka, sehingga ketika lebih dewasa mereka tetap berada di bawah perlindungan yang aman; dan devosi kepada Bunda Maria dapat menjadi pelindung melawan bahaya-bahaya; inilah alasan pendirian Kongregasi Maria itu. Pada tahun 1887 Perkumpulan St. Anna didirikan, untuk membantu kaum miskin, dengan membagikan pakaian dan uang. Pada tahun 1888 Romo Stiphout ditugaskan ke Semarang, dan tempatnya digantikan oleh Romo Antonius Henricus Josephus Hubertus Bolsius. Pada tahun 1889 Romo van Mierlo pindah ke Padang dan Romo Petrus Henricus Diederen ke Surabaya; sementara itu Romo Bolsius pindah ke Menado, dan Romo Franciscus Johannes Antonius Vermeulen ke Surabaya. Pada tahun yang sama dalam bulan April 1889 telah dibeli sebidang tanah seharga fl. 8,815 dari pemerintah, supaya disitu dapat dibangun gereja yang baru, dan yang lama ditinggalkan. Pada tanggal 7 Juni lotere St. Vincentius a Paulo senilai f. 200,000 selesai diundi, hasil-hasil dari lotere ini tidak terpisahkan dari peran perkumpulan St. Vincentius, sehingga kekurangan biaya bulanan untuk pemeliharaan para yatim piatu dapat teratasi, dan selain itu diperoleh suatu modal, yang pada waktunya nanti dapat dipakai untuk mendirikan panti asuhan. Pada tahun 1890 devosi adorasi abadi hari pertama bulan ke enam diperkenalkan untuk mempromosikan ibadat kepada Hati Yesus Yang Mahakudus.




Sumber: Manuskrip Kepanjen "Historia Stationis Soerabaiae ab anno 1810 ad annum 1890".
Penterjemah: Ev. E. Prasetyo Widodo CM, dengan bantuan Henk Hippolyte de Cuijper CM
Tianjin, 16 Agustus 2013
 



No comments:

Post a Comment